Selasa 30 May 2023 14:38 WIB

Asap Rokok Berbahaya Terhadap Kehamilan, Ini Penjelasan Dokter Paru

Asap rokok tidak hanya berbahaya pada bayi baru lahir tetapi juga di masa kehamilan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nora Azizah
Plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif itu sama-sama ditemukan nikotin.
Foto: www.publicdomainpictures.com
Plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif itu sama-sama ditemukan nikotin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Feni Fitriani Taufik menjelaskan, RS Persahabatan pernah ada penelitian pada bayi yang bersinggungan dengan rokok. Ada tiga kelompok bayi yang dilahirkan, yakni dari ibu yang tidak merokok, ibu yang jadi perokok pasif, dan ibu perokok aktif. 

Hasilnya, plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif itu sama-sama ditemukan nikotin. Namun demikian, saat lahir ditemukan bahwa panjang badan dan berat badan bayi jauh lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok. 

Baca Juga

“Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi,” ungkap Feni, dikutip Selasa (30/5/2023).

Pernyataan itu, didukung sebuah penelitian dari Spanyol pada tahun 2021 yang melaporkan, setidaknya dalam satu puntung rokok memiliki 15.600 helai fiber. Ketika puntung rokok terlepas ke lingkungan terutama di perairan, maka dapat menghasilkan mikroplastik yang terlepas sebanyak 100 partikel per hari. Jumlah mikroplastik itu sama banyaknya dengan limbah cucian baju.

Filter puntung rokok adalah sejenis kapas plastik bernama Selulosa Asetat yang memerlukan waktu agar bisa terurai oleh lingkungan. Selulosa Asetat adalah modifikasi dari senyawa kimia bernama Selulosa.

Butuh waktu sekitar satu sampai lima tahun bagi puntung rokok yang terbuat dari selulosa asetat untuk bisa terurai, bahkan bisa mencapai 10 tahun jika sudah terkena air laut.

Project Officer Lentera Anak Rama Tantra menegaskan persoalan sampah puntung rokok bukan hanya hanya masalah lingkungan, tapi juga terkait persoalan kesehatan dan kemiskinan. “Ada hubungan erat antara banyaknya limbah puntung rokok di Indonesia dengan konsumsi rokok yang tinggi," kata Rama.

Dia mengutip hasil survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang mengungkapkan bahwa perokok Indonesia terbesar ketiga di dunia setelah India dan China, serta perokok laki-laki di Indonesia adalah yang terbanyak di dunia.

Terdapat dua pendekatan yang bisa dipakai untuk menanggulangi persoalan puntung rokok, yaitu membuang sampah puntung rokok secara terpisah dengan sampah lainnya dan mencegah munculnya puntung rokok dengan mengurangi merokok.

Mendukung yang mau berhenti merokok, Kemenkes sejauh ini memberikan layanan konseling gratis. Layanan ini untuk mempermudah bagi siapa saja yang ingin berhenti merokok namun karena alasan tertentu belum bisa datang ke fasilitas kesehatan untuk konsultasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement