REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kudapan populer seperti cheese cake scheese cake sangat digemari masyarakat di Indonesia. Namun, bagaimana titik kritis kehalalannya?
Dilansir Halal MUI pada Kamis (25/6/2023), pelaku kuliner kebanyakan membawa resep asli dari negeri asal makanan ke Indonesia, demi mempertahankan cita rasa khas. Namun, resep suatu menu makanan dari negera asal tentu tidak memperhatikan penggunaan bahan yang halal. Para pelaku usaha tentu harus beradaptasi dengan kondisi penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Salah satu jenis cheese cake yang populer di kalangan milenial berasal dari Jepang, yaitu Japanese cheese cake. Camilan ini memiliki bahan utama cream cheese, susu, telur, dan gula, yang menghasilkan rasa gurih dan manis, serta tekstur lembut. Dilihat dari bahan utamanya, kue ini memiliki titik kritis haram yang cukup esensial, terutama pada cream cheese dan gula.
Bahan pertama yang membuat cita rasa camilan ini menjadi spesial adalah cream cheese. Berbeda dari keju pada umumnya, cream cheese memiliki tekstur yang lembut seperti mentega, warna putih, dan rasanya sedikit gurih. Jenis keju yang terbuat dari susu sapi pasteurisasi ini tidak mengalami pemeraman.
Selanjutnya, pada bahan baku itu dengan atau tanpa homogenisasi, ditambahkan kultur bakteri asam laktat dan enzim rennet atau enzim penggumpal lain. Setelah menggumpal, padatan yang dihasilkan akan dipanaskan, diaduk, dan dipisahkan whey-nya.
Penambahan bakteri asam laktat dan enzim rennet inilah yang perlu menjadi sorotan. Menurut Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, enzim rennet yang dipakai bisa saja berasal dari hasil fermentasi (microbial rennet) maupun dari lambung anak sapi. Sedangkan, asam laktat merupakan produk mikrobial.
“Produk mikrobial harus dipastikan media yang dipakai untuk pertumbuhan mikrobanya tidak mengandung bahan yang diharamkan. Sementara rennet yang berasal dari lambung anak sapi, cara penyembelihan menjadi penentu kehalalannya,” kata Muti.
Bahan selanjutnya adalah susu dan telur. Keduanya masuk dalam daftar bahan tidak kritis (positive list) jika dihasilkan dari hewan halal dan tidak dicampurkan bahan tambahan, kecuali garam. Maulana Hasanuddin, yang menjabat wakil ketua Komisi Fatwa MUI Pusat saat memberikan pernyataan, mengatakan jika produk mengalami pengolahan atau pemrosesan, ada campuran bahan tambahan, tentu harus dikaji terlebih dahulu bahan campuran yang digunakan itu.
“Kalau bahan tambahan dan alat-alat pemrosesannya suci dan halal, maka produk menjadi suci dan halal,” ujar Maulana.
Bahan lainnya yang juga tak kalah penting adalah gula. Kebanyakan gula pasir biasanya terbuat dari tebu. Meski bahan baku gula berasal dari tumbuhan, tak serta-merta mrnjadikan gula halal. Ada proses lanjutan yang melibatkan bahan-bahan lain yang harus dicermati halal haramnya.
Untuk sampai menjadi gula pasir, tebu perlu melalui beberapa tahapan, mulai dari proses ekstraksi, penjernihan, evaporasi, kristalisasi, hingga pengeringan. Tahapan-tahapan proses ini berpeluang menggunakan bahan dekolorisasi yang menggunakan karbon aktif.
“Apabila karbon aktif ini menggunakan arang tulang, maka harus dipastikan status kehalalan asal hewannya. Arang aktif haram dipakai jika berasal dari tulang hewan haram, atau tulang hewan halal yang tidak disembelih sesuai syariat Islam,” kata Kepala Bidang Auditing LPPOM MUI Mulyorini R. Hilwan.
MUI mengingatkan bahwa merasakan lezatnya kudapan khas luar negeri yang terjamin kehalalannya bukan menjadi hal yang mustahil lagi. Saat ini, sudah ada Japanese cheese cake yang sudah terjamin halal.