REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktor Jackie Chan telah menikmati kesuksesan puluhan tahun sebagai salah satu bintang film aksi dari Hong Kong paling produktif. Serangkaian sinema laga yang menampilkan dirinya menjadi contoh sukses dari pencampuran genre aksi dan komedi.
Beberapa filmnya yang paling menyenangkan ditonton termasuk Wheels on Meals dan Armor of God. Namun, ada juga film Chan yang kurang sukses, seperti The Protector rilisan 1985. Ada fakta menarik di balik sinema arahan sutradara James Glickenhaus itu.
Dikutip dari laman CBR pada Kamis (4/5/2023), film The Protector memiliki dua versi resmi, gara-gara perseteruan Chan dengan Glickenhaus. Akibat konflik tersebut, Chan memilih untuk mengedit ulang sesuai dengan versi film yang dia inginkan.
The Protector jauh berbeda dari film aksi ringan yang sebagian besar dibintangi Chan. Pada saat itu, film laga yang cenderung bernuansa suram dinilai bisa lebih sukses di Amerika. Chan menganggap itu sangat berbeda dari gayanya.
Chan sangat tidak menyukai hasil film yang sudah jadi, sehingga dia menyuntingnya kembali untuk perilisan film di Hong Kong. Hal ini mengakibatkan adanya dua versi resmi, di mana Chan memasukkan apa yang menurutnya penting dan berpengaruh dalam genre film aksi.
Setelah menemukan kesuksesan di akhir 1970-an, mulai 1980-an Chan sudah menjadi salah satu bintang terbesar di perfilman Hong Kong. Pendekatan laga yang menyenangkan, dibantu interaksi menarik dengan lawan mainnya, membantu mendefinisikan ulang genre laga menjadi bentuk yang berbeda.
Namun, awalnya, Chan tidak bisa melakukan lompatan bagus ke AS. Mengikuti peran kecil dalam The Cannonball Run karya Burt Reynolds, dia lanjut membintangi The Big Brawl. Kesuksesan moderat dari film itu membawa Chan ke proyek The Protector.
The Protector bercerita tentang Billy Wong, anggota Departemen Kepolisian New York, yang berduka karena kematian rekannya. Billy mendapat rekan baru bernama Danny (Danny Aiello). Mereka ditugaskan untuk menyelidiki penculikan putri seorang gangster dan operasi penyelundupan narkoba. Misi itu membawa mereka ke Hong Kong.
Alur film itu terbilang menjemukan, sangat kontras dengan film-film Chan yang dinamis. The Protector menyuguhkan laga kelas "berat", sangat mirip dengan hit lain pada zaman itu seperti The Terminator dan Rambo.
Selain itu, ada unsur ketelanjangan dan kekerasan yang tidak sering ditemukan dalam sinema komedi laga Chan yang cenderung aman disimak penonton keluarga. Chan sebenarnya sudah menyadari hal itu, dan awalnya tidak ingin berada di film tersebut.
Dalam autobiografi Never Grow Up, Chan mengaku terpaksa membintangi The Protector karena terikat kontrak dengan perusahaan produksi Golden Harvest. Sementara, pada sebuah wawancara, Glickenhaus pun pernah mengatakan enggan bekerja sama membuat film dengan Chan.
Dalam prosesnya, keduanya berseteru, yang berujung pada versi berbeda dari film yang sama. Sejak awal produksi, pendekatan Chan terhadap film dianggap tidak pernah benar-benar sesuai dengan visi Glickenhaus. Chan pun dilaporkan frustrasi dengan pendekatan dari Glickehnaus.
Ketika tiba saatnya untuk merilis film, Chan merekam adegan baru dan mengedit ulang film tersebut, menyesuaikannya agar lebih sejalan dengan prinsipnya. Film yang tayang di Cina memangkas banyak adegan dengan bahasa eksplisit dan ketelanjangan yang ditampilkan dalam versi AS. Namun, tak satu pun dari kedua versi tersebut yang berhasil secara komersial atau diapresiasi positif oleh kritikus.
Kegagalan The Protector justru memberikan hal positif bagi karier Chan. Rasa frustrasinya dengan film itu menginspirasi Chan untuk proyek film berikutnya, Police Story, yang dengan cepat menjadi sukses besar dan melahirkan sejumlah sekuel.
Dia kemudian menemukan kesuksesan di industri perfilman Barat dengan film-film seperti Rush Hour. Pada dasarnya, justru kebebasan untuk bereksperimen dengan gaya komedi aksi khasnya yang merupakan aspek penting dalam karier Chan yang melejit.