Ahad 30 Apr 2023 14:30 WIB

Ibu Hamil Perlu Tahu, Ini Gejala Preeklampsia

Preeklampsia merupakan kondisi yang membahayakan ibu dan janin.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Ibu hamil (Ilustrasi). Preeklampsia biasanya berkembang setelah minggu ke-20 kehamilan dan dapat menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin.
Foto: Pixabay
Ibu hamil (Ilustrasi). Preeklampsia biasanya berkembang setelah minggu ke-20 kehamilan dan dapat menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehamilan adalah salah satu fase terindah dalam kehidupan seorang perempuan. Namun, calon ibu harus sangat berhati-hati dengan kehamilannya. Salah satunya adalah menghindari preeklampsia, kondisi tekanan darah yang parah.

"Ibu hamil dengan preeklampsia mengalami tekanan darah tinggi dan peningkatan kadar protein dalam urinenya, yang dikenal sebagai proteinuria," ungkap dr Jagriti Varshney, seorang ginekolog dan dokter kandungan, seperti dilansir dari laman Indian Express, Ahad (30/4/2023).

Baca Juga

Menurut Varshney, preeklampsia biasanya berkembang setelah minggu ke-20 kehamilan dan dapat menimbulkan bahaya bagi ibu dan janin. Ia menyebut preeklampsia terjadi pada hampir delapan persen dari semua kehamilan secara global, dan lebih sering terjadi di ibu yang baru pertama kali hamil.

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko pengembangannya, menurut ahli adalah melahirkan berkali-kali, riwayat keluarga preeklampsia, riwayat tekanan darah tinggi, diabetes, atau penyakit ginjal, obesitas, serta kondisi autoimun seperti lupus. Selain tekanan darah tinggi dan tingginya kadar protein dalam urine, tanda Anda mungkin mengalami preeklampsia adalah penglihatan kabur, bintik-bintik gelap pada penglihatan, dan sakit perut di sisi kanan.

Penderita preeklampsia juga dapat merasakan sakit kepala, bengkak di tangan dan wajah, serta kesulitan bernapas. Meskipun penyebab pasti preeklamsia tidak diketahui, diyakini ada hubungannya dengan kesehatan plasenta. "

Pasokan darah ke plasenta mungkin berkurang selama preeklampsia, yang dapat menyebabkan masalah bagi ibu dan janin," ujar Varshney.

Menurut Varshney, hal ini juga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan pada gilirannya menyebabkan komplikasi kesehatan seperti masalah pernapasan dan berat badan lahir rendah. Hal itu juga dapat menyebabkan kerusakan hati, gagal ginjal, masalah paru-paru, kejang jika suplai darah berkurang dan terhambat di otak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement