Sabtu 15 Apr 2023 23:49 WIB

Peneliti Ungkap Penyebab Unik Orang Bisa Hidup Hingga 100-an Tahun

Jumlah orang berusia 100-an tahun diperkirakan mencapai 3,7 juta orang pada 2050.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Orang berusia 100-an tahun atau centenarian (ilustrasi). Para ilmuwan menemukan, orang-orang yang berumur panjang mencapai 100 tahun (centenarian) memiliki komposisi dan aktivitas sel kekebalan yang unik.
Foto: www.freepik.com.
Orang berusia 100-an tahun atau centenarian (ilustrasi). Para ilmuwan menemukan, orang-orang yang berumur panjang mencapai 100 tahun (centenarian) memiliki komposisi dan aktivitas sel kekebalan yang unik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan menemukan, orang-orang yang berumur panjang mencapai 100 tahun (centenarian) memiliki "rahasia" panjang umur yang tak biasa. Mereke memiliki komposisi dan aktivitas sel kekebalan yang unik, di mana sistem kekebalan tersebut membantu mereka hidup lebih lama.

Para ilmuwan percaya temuan ini dapat digunakan untuk mengembangkan terapi penuaan yang sehat. Apalagi harapan hidup manusia di bumi meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1900. Harapan hidup global meningkat dari 31 tahun pada tahun 1900 menjadi 73,2 tahun pada 2023, dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut menjadi 77,1 tahun pada 2050.

Baca Juga

Yang juga meningkat adalah jumlah orang yang mencapai usia 100 atau lebih, atau yang sering disebut sebagai centenarian. Peneliti memperkirakan ada sekitar 450 ribu centenarian secara global pada 2015, dengan jumlah tersebut diproyeksikan meningkat menjadi 3,7 juta pada 2050.

Sebelumnya, penelitian pada awal tahun 2000-an memperkirakan secara global, jumlah orang yang hidup hingga 100 tahun atau lebih akan lebih dari lima kali lipat antara tahun 2005 dan 2030. Satu hal yang masih belum diketahui adalah, apa yang memungkinkan beberapa orang hidup sampai usia 100-an, sementara yang lain tidak?

Sebuah studi dilakukan oleh para peneliti dari Tufts Medical Center dan Boston University School of Medicine. Mereka mencoba membantu menjawab pertanyaan tersebut.

Peneliti menemukan bahwa centenarian memiliki komposisi dan aktivitas sel kekebalan yang unik, memberi mereka sistem kekebalan yang sangat fungsional dan memungkinkan mereka untuk hidup lebih lama. Para ilmuwan yakin temuan ini berpotensi digunakan untuk mengembangkan terapi penuaan yang sehat. Seiring bertambahnya usia, semua bagian tubuh mengalami perubahan, termasuk sistem kekebalan tubuh.

Ahli geriatri dan direktur Geriatric Cognitive Health untuk Pacific Neuroscience Institute di Santa Monica, California, Amerika Serikat, dr Scott Kaiser, mengatakan ada dua konsep utama mengenai bagaimana sistem kekebalan tubuh berubah seiring bertambahnya usia. “Salah satunya adalah imunosesensi dan itu adalah proses disfungsi kekebalan yang berkaitan dengan usia,” kata dia dikutip dari laman Medical News Today, Senin (10/4/2023).

Perubahan komposisi dan fungsi sistem kekebalan tubuh dari waktu ke waktu, dapat menyebabkan fungsi kekebalan yang buruk pada orang tua. Itu terkait erat dengan kerentanan masyarakat terhadap infeksi, penyakit autoimun, bahkan berbagai jenis kanker.

Selain itu, ada masalah peradangan yang merupakan istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan peningkatan peradangan yang berkaitan dengan usia karena tingginya tingkat penanda pro-inflamasi dalam darah dan berbagai jaringan dalam tubuh. Itu adalah faktor risiko yang kuat untuk semua jenis penyakit, termasuk proses neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer.

“Jadi, ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam hal fungsi imun dari waktu ke waktu, dan bagaimana sistem kekebalan kita berubah seiring bertambahnya usia dapat membuat lebih rentan atau melindungi kita,” kata dr Kaiser.

Ahli bioinformatika senior di Pusat Metode Kuantitatif dan Ilmu Data di Institut Riset Klinis dan Studi Kebijakan Kesehatan di Tufts Medical Center, dr Tanya Karagiannis, bersama timnya memutuskan untuk mempelajari sistem imun tubuh centenarian. Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan dalam sistem imun termasuk dalam fungsi dan susunan sel centenarian. Peerubahan ini dapat menyebabkan penyakit yang berkaitan dengan penuaan.

“Banyak centenarian mengalami keterlambatan dalam timbulnya penyakit terkait penuaan, dan ini menunjukkan adanya kekebalan ‘unik’ yang terus berfungsi bahkan pada usia yang sangat tua,” kata dr Karagiannis.

Untuk penelitian ini, peneliti melakukan pengurutan sel tunggal pada kategori sel imun yang disebut sel mononuklear darah perifer (PBMC). Sampel darah diambil dari tujuh centenarian yang terdaftar dalam Studi Centenarian New England.

Mereka menerapkan metode komputasi baru untuk menganalisis sel kekebalan, yang bersirkulasi melalui sistem kekebalan sepanjang umur manusia. Mereka melihat perbedaan keberadaan jenis sel kekebalan spesifik pada usia yang lebih muda dan usia yang sangat tua, serta menemukan perubahan spesifik jenis sel pada penuaan dan usia yang sangat tua.

“Kami juga mengambil jenis sel yang sama dan mengeksplorasi perbedaan ekspresi gen lintas usia, untuk menemukan pola ekspresi gen yang berbeda dari umur panjang yang ekstrim yang berubah seiring bertambahnya usia tetapi juga unik untuk usia yang sangat tua,” kata dia.

Setelah dianalisis, para peneliti mengonfirmasi studi sebelumnya tentang penuaan yang mengidentifikasi perubahan komposisi dan transkripsi spesifik tipe sel unik yang hanya ditemukan pada centenarian yang mencerminkan respons imun normal. Mereka juga menemukan, centenarian memiliki tanda tipe sel khusus bagi umur panjangnya yang luar biasa pada kedua gen, dengan perubahan terkait usia dan gen yang diekspresikan secara unik.

Dr Karagiannis mengaku tidak terkejut menemukan gen yang berubah seiring bertambahnya usia pada centenarian karena mereka adalah populasi yang menua. "Yang mengejutkan adalah perbedaan pola penuaan yang kami identifikasi, termasuk gen yang khusus menua di mana tingkat ekspresi berubah seiring bertambahnya usia, tetapi tidak dalam umur panjang yang ekstrem di berbagai populasi sel,” kata dia.

Meski begitu, dia mengatakan ini semua adalah penelitian yang sangat awal. Harus diadakan penelitian lebih lanjut untuk membantu praktisi kesehatan memahami ketahanan imun ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement