Sabtu 01 Apr 2023 02:00 WIB

Fexting Bisa Rusak Hubungan dengan Pasangan, Anda Juga Melakukannya?

Fexting dapat memunculkan hal terburuk dari kedua pihak.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Reiny Dwinanda
Pengguna ponsel menunjukan aplikasi WhatsApp saat terjadi gangguan (down) di Jakarta, Selasa (25/10/2022). Dilansir dari halaman resmi WhatsApp, sejumlah ponsel tidak akan bisa menggunakan aplikasi tersebut, karena platform pesan itu menghentikan dukungan pada beberapa sistem operasi (OS) Android dan iOS lama.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Pengguna ponsel menunjukan aplikasi WhatsApp saat terjadi gangguan (down) di Jakarta, Selasa (25/10/2022). Dilansir dari halaman resmi WhatsApp, sejumlah ponsel tidak akan bisa menggunakan aplikasi tersebut, karena platform pesan itu menghentikan dukungan pada beberapa sistem operasi (OS) Android dan iOS lama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika tidak sepakat akan sesuatu, pasangan ada saja yang beradu argumentasi melalui teks. Cara ini dikenal dengan istilah fexting alias fighting over text

Sebagian orang memilih bertengkar dengan berkirim pesan teks lantaran merasa nyaman dan mudah untuk mengekspresikan pikirannya melalui tulisan. Itu menjadi sesuatu yang tidak aneh karena masyarakat sudah sangat terbiasa berkomunikasi secara digital dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga

Tanpa disadari, itu menjadi kebiasaan, termasuk untuk mengungkapkan perasaan dan frustrasi. Terlepas dari jenis hubungannya platonis atau romantis, bertengkar melalui teks dapat memiliki implikasi luas.

Ini bisa merusak hubungan Anda dengan pasangan yang menyebabkan kesalahpahaman, salah tafsir, dan terputusnya hubungan. Alasan yang membuat fexting menjadi masalah yang umum adalah karena orang terbiasa dengan kepuasan instan.

Ketika ada sesuatu yang mengganggu atau membuat kesal, kita merasa perlu untuk bereaksi dengan cepat. Terapis pernikahan dan keluarga Tami Jak mengatakan fexting dapat memunculkan hal terburuk dari kedua pihak.

Pasangan yang sedang dilanda masalah akan cepat merasa terpicu dan bereaksi negatif. Fexting lebih mudah karena tidak ada konfrontasi langsung, tetapi rasanya sama seperti dipukul di wajah dan bisa lebih menyakitkan dan efeknya bertahan lama.

"Sejak berkirim pesan menjadi metode komunikasi yang disukai di kalangan milenial dan Gen Z, fexting pasti akan terjadi," kata Jak, dikutip Insider, Jumat (31/3/2023).

Menurut psikoterapis klinis Jaime Mahler, beberapa orang mungkin memilih fexting karena kenyamanannya. Sementara itu, sebagian lain lebih suka fexting supaya punya lebih banyak waktu untuk mengembangkan respons yang tepat.

"Mereka memilih fexting bisa karena kesulitan komunikasi dan berkirim teks hanyalah satu-satunya jalan untuk perlawanan," kata Mahler.

Alasan bertengkar melalui teks mungkin mendatangkan masalah

Lantaran tidak mendengar intonasi atau melihat bahasa tubuh pengirim pesan, penerima pesan sangat mungkin salah menafsirkan pesan yang ingin disampaikan seseorang. Ketika seseorang berbicara dengan Anda secara langsung, ia cenderung melunakkan nada atau kata-kata mereka dengan cara yang berbeda.

Sedangkan melalui pesan teks, kemungkinannya lebih besar untuk terdengar kasar dan blak-blakan. Saat bertengkar melalui teks, lebih mudah menyimpan dendam atau mengungkit masa lalu karena semuanya ada dalam tulisan.

"Saat Anda berdebat secara langsung, rasanya akan lebih mudah untuk melanjutkan karena Anda tidak dapat menggulir kembali ke atas dan menghidupkan kembali argumen dengan cara yang sama seperti yang Anda lakukan dengan teks," ucap Jak.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement