REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Maraknya perilaku iseng atau prank yang dijuluki "terorisme sushi" telah menuai kekhawatiran. Prank itu membuat banyak konsumen menjadi ragu berkunjung ke sushi conveyor belt, restoran populer di Jepang yang memiliki konsep ban berjalan.
Kini, kepolisian telah menangkap oknum terorisme sushi. Serangkaian video viral yang menunjukkan perilaku tidak higienis yang diperagakan pelaku mulai bermunculan di media sosial sejak akhir tahun lalu.
Tindakan itu juga telah memicu kemarahan, mengingat negara Jepang terkenal dengan standar kebersihannya yang tinggi. Tindakan prank terorisme sushi juga telah membahayakan industri "kaitenzushi" bernilai miliaran dolar di negara tersebut.
Salah satu contoh perilaku jorok terorisme sushi ditunjukan seorang remaja yang menyeka air liurnya di atas sepiring sushi. Sebelumnya, dia menjilat tepi cangkir dan meletakkannya kembali di rak.
Teror lain menunjukkan makanan yang disemprot oleh pembersih tangan. Akibat dari hal itu, jaringan sushi conveyor belt dan perusahaan induknya mengalami nilai saham yang merosot.
Jaringan restoran terus berupaya mengembalikan kepercayaan pelanggan yang terpengaruh dengan video-video jorok tersebut. Polisi di prefektur Aichi telaakhirnya menangkap dua pria, masing-masing berusia 21 dan 19 tahun, bersama dengan seorang gadis berusia 15 tahun sehubungan dengan teror tersebut.
"Salah satu dari mereka menjilati botol kecap," kata polisi, dikutip dari Today, Senin (13/3/2023).
Menurut kepolisian, insiden itu terjadi pada 3 Februari di cabang Kaitenzushi, yakni atau restoran sushi conveyor belt yang dijalankan rantai Kura Sushi di pusat kota Nagoya. Kura Sushi menyatakan akan melakukan upaya untuk melindungi industri sushi conveyor belt yang telah berakar di budaya Jepang selama beberapa dekade.