REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika anak sudah mulai mengonsumsi makanan pendamping Air Susu Ibu (MPASI), ada kalanya orang tua jika buah hatinya tidak mau makan. Dalam kegalauannya, mereka mengira makanan yang dimasak sendiri tidak enak.
Sebagian dari mereka kemudian menambahkan gula dan garam dalam ke masakannya. Trik tersebut ditentang oleh dokter ahli gizi Tan Shot Yen.
Dr Tan mengungkapkan anak mulai belajar makan setelah masa pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan selesai. Pemberian ASI diteruskan sampai anak berusia dua tahun atau lebih.
Persoalannya, menurut dr Tan, banyak ibu yang tidak dapat pendampingan menyusui oleh konsultan laktasi. Alhasil, mereka panik ketika kenaikan berat badan bayinya tersendat di usia empat bulan.
Di tengah kekhawatiran stunting, tenaga kesehatan atau kader posyandu kemudian menganjurkan agar bayi tersebut mendapatkan susu formula. Padahal, menurut dr Tan, bayi banyak yang menjadi kegemukan atau obesitas karena asupan susu formula yang mengandung tinggi sukrosa.
"Berdasarkan penelitian, lebih dari 90 persen susu yang beredar di Indonesia ada gula imbuhan atau tambahan," ungkap dr Tan dalam "Talkshow: The Hidden Crisis of Obesity", di Jakarta, Sabtu (4/3/2023).
Selain itu, ibu juga kerap kali menambahkan gula pada MPASI. Ketika anak membuang makanan dari mulutnya, mereka berpikir makanan yang dibuatnya tidak enak. Padahal, hal itu bisa saja karena tekstur makanan yang sulit dicerna, bukan hanya sekadar rasa.