Senin 27 Feb 2023 04:10 WIB

Risiko Kematian Akibat Obesitas Ternyata Jauh Lebih Tinggi dari yang Diketahui Sebelumnya

Obesitas telah lama diketahui sebagai faktor risiko beberapa kondisi kesehatan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Obesitas telah menjadi masalah di berbagai belahan dunia. Risiko kematian terkait obesitas ternyata jauh lebih tinggi daripada yang telah diungkap studi sebelumnya.
Foto:

Sebagai contoh, bintang Hollywood Tom Cruise. Aktor Top Gun: Maverick itu tingginya 170 cm dengan berat badan 91,2 kilogram. Dengan tinggi dan bobot segitu, dia memiliki BMI 31,5 dan dinilai masuk kategori "obesitas".

Sebagai bagian dari penelitian, Masters mengacu Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Nutrisi Nasional (NHANES) dari 1988 hingga 2015, melalui data dari 17.784 orang, termasuk 4.468 kematian. Dia menemukan bahwa 20 persen dari sampel yang ditandai memiliki berat "sehat", pernah masuk di dalam kategori kelebihan berat badan atau obesitas dalam dekade sebelumnya.

Ketika dipisahkan, kelompok ini memiliki profil kesehatan yang jauh lebih buruk daripada orang dengan kategori berat stabil. Masters menunjukkan bahwa kelebihan berat badan yang dibawa seumur hidup dapat menyebabkan penyakit yang secara paradoks mengakibatkan penurunan berat badan yang cepat.

"Saya berpendapat bahwa kita telah secara artifisial menggembungkan risiko kematian dalam kategori BMI rendah dengan memasukkan mereka yang dulunya memiliki BMI tinggi tapi kemudian kehilangan berat badan baru-baru ini," kata dia.

Secara kolektif, temuan ini mengonfirmasi bahwa penelitian telah "dipengaruhi secara signifikan" oleh bias terkait BMI. Saat mereset kembali, Masters tidak menemukan bentuk-U, tetapi garis lurus ke atas, dengan mereka yang memiliki BMI rendah (18,5-22.5) memiliki risiko kematian terendah.

Berlawanan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini tidak menemukan peningkatan risiko kematian yang signifikan untuk kategori "kurang berat". Sementara penelitian sebelumnya memperkirakan dua hingga tiga persen dari semua kematian orang dewasa di AS disebabkan oleh BMI yang tinggi.

Masters berharap penelitian ini akan mengingatkan para ilmuwan untuk "sangat berhati-hati" ketika membuat kesimpulan berdasarkan BMI. Tetapi dia juga percaya bahwa hal itu sangat penting untuk mengatasi apa yang dia sebut sebagai krisis kesehatan masyarakat.

Masters menyebut, untuk kelompok yang lahir pada 1970 -an atau 1980 -an dan telah menjalani seluruh hidup mereka di lingkungan obesogenik, prospek penuaan yang sehat hingga dewasa yang lebih tua, tidak terlihat baik saat ini. Dia berharap temuan ini juga dapat mendorong diskusi lebih lanjut tentang apa yang bisa dilakukan masyarakat.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018. Obesitas juga menjadi salah satu permasalahan gizi nasional pada anak, di samping stunting dan defiesiensi mikronutrien.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement