Selasa 21 Feb 2023 12:34 WIB

Difteri Bisa Mematikan, Kenali Penyebab, Gejala, dan Faktor Risikonya

Orang yang terinfeksi difteri bisa tidak menunjukkan gejala selama masa inkubasi.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin Difteri Tetanus (DT) saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Tahap Dua di SD Masjid Syuhada, Yogyakarta, Jumat (16/12/2022). Difteri telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di Garut, Jawa Barat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin Difteri Tetanus (DT) saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Tahap Dua di SD Masjid Syuhada, Yogyakarta, Jumat (16/12/2022). Difteri telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di Garut, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Status kejadian luar biasa (KLB) kasus difteri telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, Jawa Barat, belum lama ini. Dilaporkan ada 72 kasus di Desa Sukahurip, Kecamatan Pangatikan, dengan tujuh orang meninggal dunia diduga akibat difteri.

Belakangan, difteri juga telah ditetapkan sebagai wabah di Nigeria. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Nigeria (NCDC) telah mengonfirmasi 123 kasus dan 38 kematian di empat negara bagian.

Baca Juga

Dikutip dari laman yankes.kemkes.go.id, difteri adalah penyakit menular yang dapat disebarkan melalui batuk, bersin, atau luka terbuka. Gejalanya termasuk sakit tenggorokan dan masalah pernapasan.

Penyebab utama difteri adalah infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae, yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat memengaruhi kulit. Bakteri C.diphtheriae dapat hidup pada debu dan muntahan selama enam bulan.

Pakar patologi mulut dan kedokteran di University of Benin Teaching Hospital, Negara Bagian Edo, Nigeria, dr Izegboya Ukpebor, mengungkap alasan difteri dapat mematikan. Dia juga menjelaskan serangkaian penyebab, gejala, dan faktor risiko terkait difteri, seperti dikutip dari laman Punchng, Selasa (21/2/0223).

"Penting untuk dicatat bahwa patogenesis difteri bergantung pada dua faktor utama, yaitu kemampuan strain (galur) bakteri tertentu untuk mengolonisasi rongga nasofaring dan/atau kulit, dan kemampuannya menghasilkan toksin difteri," kata dr Ukpebor.

Jika seseorang terinfeksi oleh varian bakteri yang menghasilkan racun, ini dapat masuk ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan saraf. Seseorang dapat mengembangkan miokarditis, yaitu radang otot jantung, dan neuropati. Neuropati adalah kerusakan saraf yang dapat menyebabkan mati rasa, kelemahan otot, nyeri, dan sensasi kesemutan.

Varian C. diphtheria yang tidak menghasilkan toksin akan menyebabkan penyakit yang tidak terlalu parah. Penderita biasanya mengalami sakit tenggorokan dan faringitis dalam kasus yang jarang terjadi.

Bagaimana difteri pernapasan memengaruhi tubuh?

Difteri pernapasan dapat menyebabkan kesulitan menelan, sakit tenggorokan, lemas, pembengkakan leher (pembengkakan kelenjar di leher), dan demam ringan. Penderita juga dapat mengalami kehilangan nafsu makan, mata merah (konjungtivitis), dan suara serak jika penyakit telah menyerang laring.

Setelah dua hingga tiga hari, racun yang dilepaskan bakteri akan membunuh jaringan sehat di sistem pernapasan. Hal ini menyebabkan terbentuknya lapisan abu-abu atau putih tebal (pseudomembrane) pada amandel dan atau bagian belakang tenggorokan yang disertai dengan kesulitan bernapas.

Apa saja tanda-tanda umum difteri?

Tanda dan gejala difteri dapat dilihat pada anak-anak dan orang dewasa. Difteri dapat memengaruhi sistem pernapasan atau menyebabkan infeksi kulit.

Masa inkubasi bakteri penyebab difteri biasanya dua sampai lima hari tetapi bisa sampai 10 hari. Ketika ada pengaruh ke kulit, itu bisa mengakibatkan luka dan bisul.

Timbulnya tanda dan gejala dimulai setelah dua hingga 10 hari terpapar bakteri. Orang yang terinfeksi dapat tidak menunjukkan gejala selama masa inkubasi, selama pemulihan, atau untuk durasi yang tidak diketahui pada orang sehat.

Pasien yang pulih dari difteri dapat menampung bakteri di faring atau hidung selama berminggu-minggu. Pada tahap ini, mereka disebut pembawa (carrier) bakteri karena mereka dapat menyebarkan infeksi tanpa menjadi sakit.

Pembawa difteri asimtomatik didefinisikan sebagai pasien tanpa gejala tetapi uji laboratorium mengonfirmasi infeksi C. difteri toksigenik. Orang yang terinfeksi difteri namun tidak diobati biasanya masih bisa menularkan hingga dua pekan, jarang lebih dari empat pekan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement