Kamis 04 May 2023 18:34 WIB

Cakupan Imunisasi di Indonesia Turun Signifikan, Penyakit PD3I Muncul Lagi

Cakupan imunisasi di Indonesia turun signifikan selama pandemi Covid-19.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Suntikan imunisasi anak (ilustrasi). Cakupan imunisasi di Indonesia menurun signifikan.
Foto: Pixabay.
Suntikan imunisasi anak (ilustrasi). Cakupan imunisasi di Indonesia menurun signifikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso SpA(K), mengatakan pascapandemi cakupan imunisasi di berbagai belahan penjuru dunia turun. Di Indonesia, penurunannya sangat signifikan. Hal ini terbukti dari munculnya kembali berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

"Munculnya kembali polio, yang tadinya kami duga jauh banget di Aceh, eh ternyata muncul di Purwakarta. Kemudian muncul tetanus, baik pada anak maupun pada bayi baru lahir. Kemudian muncul difteri yang mengerikan itu, kemudian muncul pertusis, campak, rubella," ujarnya dalam seminar media bertajuk "Ayo Lindungi Diri, Keluarga dan Masyarakat dengan Imunisasi Lengkap”, Kamis (4/5/2023).

Baca Juga

Dia mengatakan, upaya untuk menghadapi penyakit-penyakit ini sangat rumit, sulit dan mahal. Misalnya ada pasien difteri harus siapkan ruang isolasi, petugas harus pakai alat pelindung diri (APD) lengkap, dan harus datangkan anti toksin atau anti racunnya. Ketika pasien membaik, tiba-tiba pasien meninggal karena jantungnya berhenti berdenyut.

"Bicara PD3I bukan bicara tata laksana optimal, karena sudah pasti ribet tata laksananya. Tapi bicara tentang pencegahannya, bagaimana pencegahannya supaya efektif yaitu dengan meningkatkan cakupan imunisasi secara nasional," kata dia.

Dr Piprim mengatakan, imunisasi harus tinggi cakupannya. Semakin menular penyakitnya harus semakin tinggi cakupannya. Misalnya campak, harus tinggi sekali cakupannya, harus 90 persen lebih.

"Kalau penyakit menular, cakupan imunisasi menurun hanya sampai 60 persen saja, tidak boleh cakupan menurun sampai nol, 60 persen ke bawah saja kejadian luar biasa (KLB)-nya sudah muncul lagi, penyakit-penyakitnya sudah muncul lagi, angka kesakitan dan kematiannya sudah muncul lagi," ujarnya.

Ketua Satgas Imunisasi IDAI Prof Dr dr Hartono Gunardi SpA(K) menyampaikan hal senada. Menurut dia, pandemi Covid-19 mengakibatkan pelayanan kesehatan yang terganggu termasuk pelayanan imunisasi sehingga banyak anak-anak yang terlambat mendapatkannya. Ini merupakan ancaman bukan hanya di Indonesia tapi diseluruh dunia.

"Data 2019 hingga 2021, di Indonesia masih ada 1,7 juta bayi yang belum mendapatkan imunisasi dasar," ujarnya.

Dr Prima Yosephine MKM dari Kementerian Kesehatan RI mengatakan, ketika Indonesia terdampak pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021, capaian imunisasi dasar dan imunisasi bayi di bawah dua tahun (baduta) paling rendah selama lima tahun terakhir. Menurut dia, jika melihat data ini, ada anak-anak di Indonesia yang belum sama sekali mendapatkan imunisasi atau belum lengkap imunisasinya.

"Karena tidak ada setahun pun yang kita sudah pernah memperoleh 100 persen, artinya ada anak yang belum lengkap atau belum pernah mendapatkan imunisasi," ujarnya. Dokter Prima mengatakan, capaian imunisasi di Indonesia jika dilihat per provinsi, masih ada yang di bawah target 90 persen pada tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement