REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian masyarakat Indonesia percaya kerokan dapat mengatasi masalah masuk angin, perut kembung, demam, bahkan pegal-pegal. Umumnya orang dewasa yang melakukan hal itu mengaku lebih fit setelah dikerok. Namun, apa jadinya bila yang dikerok justru bayi?
Foto bayi sedang dikerok beredar di media sosial (medsos). Ketika dikerok, sang anak hanya diam tanpa memberontak atau menangis. Di bawah foto tersebut, tertulis: "Anak bayik dikerokin anteng bgt klo yg laen mah udah ngereog #Goodboy".
Dokter Nadia Alaydrus menanggapi unggahan ibu tersebut. Dia merasa heran dengan apa yang dilakukan ibu tersebut dan memberikan klarifikasi soal manfaat dan dampak kerokan sebenarnya di akun media sosialnya.
"Omaigat, ini apaan lagi sih. Masa bayi sudah dikerokin," ujarnya terheran-heran, seperti dikutip dari akun Instagram @nadialaydrus, Rabu (1/2/2023).
Dr Nadia menjelaskan, kerokan memberikan gesekan atau parutan di kulit. Harapannya, bisa melebarkan pembuluh darah yang ada di kulit, sehingga muncul rasa nyaman pada tubuh. "Tapi kerokan sendiri itu tidak boleh diberikan pada bayi," ujarnya.
Apalagi untuk bayi usia di bawah satu tahun. Hal ini karena kulit bayi masih tipis dan sensitif. "Sehingga bisa menimbulkan nyeri, luka bahkan bengkak pada lokasi kerokan," ujarnya.
Dia mengatakan, belum lagi kalau minyak atau zat yang digunakan untuk itu panas. Hal ini bisa menyebabkan iritasi pada kulit bayi.
"Parahnya lagi luka yang ditimbulkan akibat kerokan bisa menjadi media masuknya virus, kuman dan juga bakteri sehingga bisa menimbulkan sejumlah penyakit," ujarnya.
Dr Nadia mengatakan, tindakan yang perlu dilakukan jika anak mengalami demam yaitu kompres air hangat serta penuhi asupan cairan baik air putih juga susu. Selain itu, mandikan anak dengan air hangat dan berikan baju yang nyaman.
"Jadi enggak usah ngadi-ngadi (mengada-ada-Red) ya untuk memberikan kerokan pada bayi, karena enggak ada manfaatnya, malah justru bisa meningkatkan risiko sejumlah penyakit," ujarnya.