REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rasa bersalah menjadi salah satu emosi paling tidak mengenakkan. Perasaan ini bisa membuat Anda merasa buruk tentang posisi dalam hidup dan sering mendorong Anda untuk melakukan hal-hal yang biasanya tidak dilakukan. Tak mengherankan, rasa bersalah juga dapat memengaruhi hubungan Anda dengan suami atau istri.
Berdasarkan studi terbaru dari University of Rome, ada empat jenis rasa bersalah interpersonal, dan masing-masing memengaruhi perilaku Anda secara berbeda. Para peneliti di University of Rome ingin menemukan hubungan antara jenis rasa bersalah interpersonal dan hubungannya dengan keterikatan dan altruisme.
Mereka mensurvei 393 orang dewasa (yang rata-rata berusia 34 tahun dan diidentifikasi sebagai wanita dalam 70 persen kasus). Studi ini menyoroti tentang perasaan bersalah dan mengelompokkan perasaan tersebut ke dalam empat kelompok. Keempat tipe bersalah ini memiliki implikasi nyata untuk hubungan dengan pasangan. Berbagai jenis rasa bersalah menyebabkan perilaku yang berbeda.
Profesor emerita ilmu psikologi dan otak di University of Massachusetts Amherst, Susan Krauss Whitbourne menjelaskan empat tipe rasa bersalah itu dalam laman Psychology Today:
1. Survivor Guilt: Saya merasa tidak nyaman merasa lebih baik dibandingkan orang lain.
Rasa bersalah tipe ini sering diidentikkan dengan mereka yang menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD). Misalnya, seorang anggota militer yang merupakan satu-satunya dari kelompok mereka yang selamat dari serangan.
Namun menurut laman Verywell Mind, hal itu juga bisa berlaku bagi mereka yang pernah mengalami kecelakaan mobil, bencana alam, atau trauma medis. Jenis rasa bersalah ini dapat menyebabkan lekas marah, perasaan tidak berdaya dan keterputusan, serta kurangnya motivasi; yang semuanya dapat berperan dalam hubungan.
2. Separation Guilt: Saya pikir, saya tidak boleh berpisah dari orang terkasih karena ini akan menyakitkan, tidak setia, atau membuat mereka merasa ditinggalkan.
Rasa bersalah akan perpisahan dapat mencegah seseorang keluar dari hubungan yang tidak bahagia atau tidak sehat karena ketakutan akan bagaimana orang lain akan mengatasinya.
3. Omnipotent Responsibility Guilt: Saya merasa itu adalah tanggung jawab saya untuk memperbaiki masalah orang lain. Ini adalah satu-satunya bentuk rasa bersalah yang berkorelasi dengan altruisme. Altruisme merupakan sikap yang lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain. Jenis rasa bersalah ini juga dikaitkan dengan keterikatan yang cemas.
Seorang psikolog berlisensi yang berbasis di Brooklyn, David Tzall mengatakan, Omnipotent Responsibility Guilt dapat menciptakan ketegangan dalam beberapa cara.
"Hal itu dapat memberi banyak tekanan pada orang yang mengalami rasa bersalah untuk terus-menerus melakukan lebih banyak hal untuk orang yang mereka cintai, yang bisa melelahkan dan menyebabkan kelelahan," kata dia dikutip dari laman Best Life, beberapa waktu lalu.
Tipe rasa bersalah tersebut dapat menyebabkan orang tersebut menghindari penetapan batasan dengan pasangannya, yang menyebabkan kebencian. Menurut Tzall, sangat penting bagi kedua pasangan untuk dapat mengurus kebutuhan mereka sendiri dan memiliki keseimbangan memberi dan menerima yang sehat. "Rasa bersalah ini dapat mengganggu keseimbangan dan menyebabkan masalah dalam hubungan,” kata dia.
4. Self Hate (membenci diri sendiri): Saya tidak pantas bahagia.
Rasa bersalah karena membenci diri sendiri juga dapat memengaruhi hubungan. Tzall mengatakan, mereka yang mengalami bentuk rasa bersalah ini mungkin mengalami kesulitan untuk percaya bahwa mereka layak untuk dicintai.
"Mereka mungkin memiliki harga diri yang rendah dan bergumul dengan perasaan tidak mampu," kata Tzall.
"Mereka mungkin juga mengkritik diri sendiri dan menunjukkan kesulitan menerima pujian atau umpan balik positif dari pasangannya,” ujarnya lagi.
Seiring waktu, perilaku ini dapat merenggangkan hubungan. Untungnya, ada cara untuk memperbaikinya.
"Penting bagi seseorang yang membenci diri sendiri untuk berusaha meningkatkan harga diri agar memiliki hubungan yang sehat dan memuaskan," kata Tzall.
Caranya, dengan mencari bantuan ke terapi atau bentuk dukungan lainnya. "Hal ini dapat membantu untuk mengingatkan diri tentang kualitas diri dan fokus pada hal-hal yang telah Anda capai dan kemajuan yang telah Anda buat," kata Tzall.
Psychology Today mencatat, menurut penulis penelitian, keempat jenis rasa bersalah berakar pada pengalaman masa kanak-kanak dengan “pengasuh”. Mereka yang melihat orang tua atau sosok orang tua melakukan segalanya untuk pasangannya lebih cenderung meniru perilaku tersebut dan menganggap bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakan mereka yang berdampak negatif pada seseorang yang mereka sayangi.