Senin 26 Dec 2022 01:50 WIB

Deretan Mitos Soal Makanan dan Kebugaran yang Sebaiknya Diabaikan

Sejumlah mitos dapat memicu stres dan kecemasan bagi banyak orang

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Gita Amanda
Sejumlah mitos dapat memicu stres dan kecemasan bagi banyak orang, (ilustrasi).
Foto: www.wikimedia.com
Sejumlah mitos dapat memicu stres dan kecemasan bagi banyak orang, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekan liburan adalah saat bagi keluarga untuk berkumpul dan bersenang-senang. Tentunya, makan bersama menjadi hal utama. Namun, ada kalanya seseorang khawatir lantaran dibayangi sejumlah mitos tentang makanan dan kebugaran.

Dokter medis dari Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) sekaligus ahli gizi terdaftar, Hazel Wallace, menyebutkan lima mitos terpopuler tentang makanan dan kebugaran. Wallace mengatakan, kesalahpahaman tersebut paling umum dia dengar dari para pasiennya.

Pendiri platform edukasi The Food Medic itu menyadari sejumlah mitos dapat memicu stres dan kecemasan bagi banyak orang. Oleh karena itu, Wallace berusaha meluruskan mitos seputar makan dan kebugaran yang paling sering mengemuka sebagai berikut.

1. Melewatkan waktu makan bisa hemat kalori

"Menghemat" kalori dengan melewatkan waktu makan untuk mengimbangi makan porsi besar saat kumpul keluarga adalah mitos belaka. Faktanya, melewatkan makan justru sering berujung pada peningkatan rasa lapar.

Akibatnya, seseorang berpotensi mengasup lebih banyak kalori daripada jika makan di waktu yang tepat atau ngemil secara seimbang. Menurut Wallace, lebih baik mempertahankan pola makan yang selama ini diterapkan dan pilih makanan yang membuat tubuh merasa puas dan berenergi untuk menikmati musim perayaan.

2. Diet detoks pada bulan Januari

Setelah pekan liburan Natal dan tahun baru (Nataru), banyak orang tergiur iklan bahwa detoksifikasi bisa dilakukan di bulan Januari. Wallace menjelaskan, konsep pembersihan dan detoksifikasi sebenarnya adalah omong kosong.

Saat tubuh sedang sangat tidak sehat, tubuh akan melakukan detoksifikasi alami menggunakan ginjal, hati, paru-paru, usus, dan kulit untuk membuang limbah dan racun. Semebtara, sebagian besar yang disebut 'diet detoks' bersifat membatasi, tidak seimbang secara nutrisi, dan ekstrem. 

Menurut Wallace, berbagai teh dan suplemen berlabel 'detoks' disebutnya sebagai obat pencahar yang tersamar. Dia menyarankan untuk tidak perlu repot-repot membeli aneka produk itu, cukup dengan mengonsumsi buah-buahan dan sayuran dalam porsi seimbang.

3. Harus berolah raga setelah makan-makan

Sebagian orang percaya harus segera berolahraga demi membakar kalori dari makanan yang disantap saat liburan. Wallace mewanti-wanti bahwa itu hanya mitos, sebab cara kerja tubuh tidaklah seperti itu. Sebuah studi berusaha menjelaskannya.

Penelitian tersebut meneliti sekelompok orang selama enam pekan di musim liburan Nataru. Setengah peserta aktif berolahraga dan setengahnya tidak sepanjang periode waktu tersebut. Hasilnya, kedua kelompok mengalami perubahan berat badan yang relatif sama.

Memandang olahraga sebagai cara untuk membakar kalori makanan adalah pola pikir yang tidak sehat. Wallace mengingatkan bahwa kalori dari makanan adalah bahan bakar yang membuat jantung terpompa, kaki bergerak, dan tubuh tetap bugar.

Lebih jauh lagi, makanan bukan sekadar bahan bakar, tetapi juga bagian dari kenangan, hubungan, dan kebahagiaan. Wallace menyarankan untuk lebih rileks dan tidak masalah makan agak lebih banyak dari biasanya selama musim liburan dan momen dengan keluarga.

5. Melewatkan gym dapat merusak progress

Sebagian orang merasa bersalah karena tidak pergi ke gym sebanyak biasanya selama pekan liburan dan menganggap itu akan merusak progress latihan. Wallace menyebut itu hanya mitos. Beristirahat dari olah raga, juga dikenal sebagai "deload", sebenarnya bisa bermanfaat untuk kebugaran secara keseluruhan.

Penting untuk memberi tubuh kesempatan untuk beristirahat dan pulih dari stres olah raga. Mengonsumsi makanan ekstra selama musim perayaan pun tidak akan berdampak signifikan pada progress kebugaran. Malah, kalori ekstra tersebut, terutama dari protein, dapat membantu mendukung pertumbuhan dan perbaikan otot, dikutip dari laman Glamour Magazine, Ahad (25/12/2022).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement