Selasa 13 Dec 2022 07:37 WIB

Menenangkan Anak Tantrum tanpa Handphone, Terapkan Tiga Hal Ini

Menenangkan anak tantrum dengan 'handphone' sudah jadi fenomena umum saat ini.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Menenangkan anak tantrum dengan 'handphone' sudah jadi fenomena umum saat ini.
Foto: Pixabay
Menenangkan anak tantrum dengan 'handphone' sudah jadi fenomena umum saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cara menenangkan anak dengan handphone menjadi fenomena cukup umum saat ini. Tetapi strategi menenangkan dengan cara itu justru dikaitkan dengan masalah perilaku yang lebih buruk di kemudian hari, menurut temuan baru.

Penulis utama Jenny Radesky M.D seorang dokter anak perilaku perkembangan di University of Michigan Health C.S. Mott Children's Hospital, mengatakan bahwa menggunakan perangkat seluler untuk menenangkan anak kecil mungkin tampak seperti alat sementara yang tidak berbahaya. Hal itu untuk mengurangi stres dalam urusan rumah tangga.

Baca Juga

“Tetapi mungkin ada konsekuensi jangka panjang jika itu adalah strategi yang menenangkan," kata Jenny, seperti dikutip dari Science Blog, Selasa (13/12/2022).

Ada beberapa solusi yang direkomendasikan Radesky ketika orang tua tergoda untuk beralih ke perangkat. Berikut beberapa cara yang bisa dicoba orang tua.

Teknik sensorik: Anak kecil memiliki profil unik mereka sendiri tentang jenis masukan sensorik apa yang menenangkan. Ini bisa termasuk mengayun, berpelukan atau menekan, melompat di atas trampolin, meremas oleh tangan mereka, mendengarkan musik hingga melihat buku atau stoples berkilau. Jika orang tua melihat anak gelisah, salurkan energi itu ke dalam gerakan tubuh atau pendekatan sensorik.

Sebutkan emosi dan hal yang harus dilakukan: Ketika orang tua melabeli hal yang menurut mereka dirasakan anak, mereka membantu anak menghubungkan bahasa dengan keadaan perasaan. Tetapi juga menunjukkan kepada anak bahwa mereka dipahami. Semakin orang tua tetap tenang, hal itu menunjukkan kepada anak-anak bahwa emosi "dapat dikelola".

Gunakan zona warna: Ketika anak-anak masih kecil, mereka kesulitan memikirkan konsep abstrak dan rumit seperti emosi. Zona warna (biru untuk bosan, hijau untuk tenang, kuning untuk cemas/gelisah, merah untuk meledak) lebih mudah dipahami anak-anak dan dapat dibuat menjadi panduan visual yang disimpan di lemari es. 

Itu bisa membantu anak-anak melukis gambaran mental tentang otak dan tubuh mereka adalah perasaan. Orang tua dapat menggunakan zona warna ini di saat-saat yang menantang. Orang tua bisa menjadi goyah dan berada di zona kuning, sehingga bingung untuk kembali ke hijau.

Tawarkan perilaku pengganti: Anak-anak dapat menunjukkan beberapa perilaku yang cukup negatif saat mereka kesal, dan merupakan naluri normal untuk menginginkannya berhenti begitu saja. Tetapi perilaku tersebut mengomunikasikan emosi. Jadi, anak-anak mungkin perlu diajari perilaku pengganti yang lebih aman atau memecahkan masalah untuk dilakukan. 

Ini mungkin termasuk mengajarkan strategi sensorik, memukul menyakiti orang. Orang tua bisa memukul bantal sebagai gantinya atau komunikasi yang lebih jelas. 

Orang tua juga dapat mencegah amukan terkait teknologi dengan menyetel pengatur waktu, memberi anak ekspektasi yang jelas tentang kapan dan di mana perangkat dapat digunakan. Atau menggunakan aplikasi atau layanan video yang memiliki titik henti jelas dan tidak hanya memutar otomatis seerta membiarkan anak terus menggulir ponsel.

“Ketika anak-anak tenang, pengasuh juga memiliki kesempatan untuk mengajari mereka keterampilan mengatasi emosi,” kata Radesky. 

Misalnya, mereka dapat berbicara tentang perasaan boneka binatang favorit dan cara menangani emosi besar serta menenangkan diri. Jenis diskusi yang menyenangkan ini menggunakan bahasa anak-anak dan beresonansi dengan mereka.

“Semua solusi ini membantu anak-anak memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik, dan merasa lebih kompeten dalam mengelola perasaan mereka,” tambah Radesky. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement