REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak jangka panjang lain dari Covid-19 telah ditemukan lewat sebuah studi terbaru. Covid-19 diketahui berpotensi menyebabkan kelainan yang signifikan pada struktur otak hingga enam bulan setelah pasien sembuh dari penyakit tersebut.
Studi akan dipresentasikan pekan depan pada pertemuan tahunan Radiological Society of North America. Untuk sampai pada kesimpulan, para peneliti menggunakan jenis pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) khusus guna menganalisis efek Covid-19 pada otak.
Kerentanan magnetik menunjukkan bagaimana bahan tertentu (seperti darah, besi, atau kalsium) menjadi magnet dalam medan magnet. Itu memungkinkan deteksi dan pemantauan kondisi neurologis termasuk microbleeds, malformasi vaskular, tumor otak, dan stroke.
Tim menerapkannya pada sejumlah kecil pasien, menemukan perbedaan pada otak pasien Covid-19 yang pulih. Perbedaan tersebut khususnya terpantau di area lobus frontal dan batang otak, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat.
Daerah terdampak dikaitkan dengan masalah yang biasa dilaporkan pasien long Covid, termasuk kelelahan, insomnia, kecemasan, dan masalah kognitif lain. Deretan studi terdahulu belum berfokus pada perubahan kerentanan magnetik setelah infeksi virus corona.
"Studi kami menyoroti aspek baru dari efek neurologis Covid-19 ini dan melaporkan kelainan signifikan pada penyintas," kata salah satu penulis studi, Sapna Mishra, yang merupakan kandidat doktor di Institut Teknologi India di Delhi, India.
Sebanyak 46 pasien yang sembuh dari Covid-19 dan 30 pasien kontrol yang sehat terlibat dalam studi. MRI dilakukan dalam waktu enam bulan setelah pemulihan. Gejala yang paling sering dilaporkan pasien adalah kelelahan, sulit tidur, kurang perhatian, dan masalah ingatan.
Tim peneliti juga melihat perbedaan yang signifikan di wilayah diencephalon ventral kanan pada batang otak. Area otak tersebut amat terkait dengan banyak fungsi tubuh yang penting, seperti pengaturan hormon dan ritme sirkadian.
Temuan yang ada membuat peneliti meyakini bahwa Covid-19 memiliki kemungkinan untuk mengubah kepribadian seseorang. "Studi ini menunjukkan komplikasi serius jangka panjang yang mungkin disebabkan oleh virus corona, bahkan berbulan-bulan setelah sembuh dari infeksi," ujar Mishra.
Para peneliti bakal melanjutkan studi jangka panjang untuk mengetahui apakah kelainan kondisi otak terus bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. Saat ini, jutaan orang diprediksi mengidap long Covid. Berbagai penelitian berupaya mengungkap potensi efek jangka panjang itu.
Gejala neurologis yang terkait dengan long Covid termasuk kesulitan berpikir, kurang bisa berkonsentrasi, sakit kepala, masalah tidur, pusing, dan sensasi kesemutan. Pengidapnya bisa juga mengalami perubahan indra pembau atau perasa, juga depresi dan kecemasan.
Riset terdahulu menemukan Covid-19 bisa menyebabkan otak menyusut, mengurangi materi abu-abu di daerah otak yang mengendalikan emosi dan memori. Studi lain oleh Universitas Oxford juga menemukan hal itu dapat merusak area yang mengontrol indra penciuman.
Sementara, penelitian yang ditinjau sejawat dan diterbitkan dalam jurnal Nature pada Maret 2022 mengamati perubahan otak pada 785 peserta berusia 51 hingga 81 tahun. Studi lain pun telah mengonfirmasi dampak potensial pada fungsi kognitif akibat infeksi Covid-19, bahwa kasus infeksi yang parah dapat menyebabkan kerusakan kognitif yang setara dengan penuaan 20 tahun, dikutip dari laman Euronews, Jumat (25/11/2022).