Kamis 17 Nov 2022 19:15 WIB

Resistensi Antibiotik Kini Sudah Menjadi Silent Pandemic

Penggunaan antibiotik hendaklah dilakukan secara bijak.

Penggunaan antibiotik hendaklah dilakukan secara bijak.
Foto: www.pixabay.com
Penggunaan antibiotik hendaklah dilakukan secara bijak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis penyakit dalam konsultan penyakit tropik dan infeksi Robert Sinto mengatakan, resistensi antibiotik telah menjadi silent pandemic. Oleh sebab itu, WHO berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia dengan minimal ada satu minggu yang didedikasikan dalam satu tahun untuk bisa merefleksikan apa yang sudah dilakukan dan apa yang perlu diperbaiki dalam upaya mencegah resistensi antimikroba.

Robert mengingatkan bahwa saat ini penggunaan antibiotik tidak terbatas dalam cakupan medis atau rumah sakit saja yang diperuntukkan sebagai pengobatan manusia. Di luar hal itu, sektor kesehatan hewan pun menggunakan antibiotik. Bahkan, terdapat peternakan yang secara abusif menggunakan antibiotik.

Baca Juga

"Ada penelitian yang menunjukkan kandungan antibiotik, artinya limbah-limbah antibiotik itu sampai ke laut. Bayangkan laut itu kan ada ikan, dan hewan-hewan laut itu juga mengonsumsi dalam tanda kutip antibiotik, dan dia berputar lagi, kita makan hewan laut yang mengandung antibiotik," kata dia, dalam bincang virtual menjelang Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia (World Antimicrobial Awareness Week) yang diperingati setiap 18-24 November di Jakarta, Kamis (17/11/2022).

Robert menjelaskan, WHO membatasi penggunaan antibiotik melalui upaya klasifikasi tiga kelompok antibiotik, yaitu access, watch, dan reserve atau disingkat aware. Melalui klasifikasi itu, WHO mendorong penggunaan antibiotik di lini pengobatan pertama atau kategori access, sementara antibiotik kategori watch dan reserve dibatasi penggunaannya secara ketat.

"Dunia memiliki target 60 persen konsumsi itu ada di tingkat access. Jadi, kita melimitasi penggunaan untuk yang watch dan untuk yang reserve," kata dia.

Dia menjelaskan bahwa klasifikasi tersebut dibuat agar antibiotik tidak secara bebas digunakan masyarakat. Klasifikasi itu juga bertujuan agar masyarakat, termasuk tenaga kesehatan, menjadi lebih berpikir apakah dalam kasus tertentu pemberian antibiotik benar-benar dibutuhkan atau tidak.

Robert mengandaikan antibiotik sebagai suatu warisan pengobatan yang dihasilkan dari penemuan ilmuwan-ilmuwan sebelumnya. Berkat peran antibiotik dalam mengobati infeksi bakteri, angka kehidupan manusia kini dapat meningkat.

Dengan kesadaran bahwa hidup juga penting untuk generasi mendatang, masyarakat harus harus bersama-sama berusaha untuk mencegah resistensi antimikroba dengan perannya masing-masing.

"Kalau kita tidak wariskan dengan bijak, mungkin keturunan kita yang hanya sakit infeksi sederhana saja menjadi bisa fatal karena tidak ada antibiotik yang bisa lagi untuk mengobati infeksi-infeksi sederhana tersebut," kata Robert.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement