REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pangeran Harry dilaporkan merasa bahwa membuka kisah masa kecilnya yang traumatis dalam memoar yang akan datang sebagai katarsis. Dalam ilmu psikologi, katarsis dipahami sebagai pelampiasan emosi secara positif agar seseorang merasa lebih lega dan bisa menjalani aktivitasnya dengan perasaan lebih baik.
"Sejauh ini, tidak ada penyesalan,” kata seorang sumber kerajaan kepada US Weekly.
Menurut sumber, meskipun itu menjadi proses katarsis, tetap saja berat dan sulit bagi Harry untuk menceritakan peristiwa traumatis dari masa kecilnya. Putri Diana, ibu Harry, meninggal dunia dalam kecelakaan mobil pada 31 Agustus 1997 ketika dia berusia 12 tahun dan kakaknya Pangeran William berusia 15 tahun.
Sumber kerajaan juga mengklaim, Duke of Sussex menuliskan kisah hidupnya dalam memoar dengan tetap mempertimbangkan dampak bagi kerajaan dan keluarga.
"Harry telah bekerja keras untuk menyeimbangkan apa yang diharapkan penerbit dari memoar dan dampak yang akan disebabkan oleh memoar. Intinya dia tetap teguh pada prinsipnya, namun pada saat yang sama juga berusaha membuat penerbitnya senang," kata sumber tersebut, seperti dilansir Page Six, Kamis (3/11/2022).
Sebelumnya, Harry mengatakan bahwa dia ingin menjadikan memoar terbarunya yang bertajuk Spare berisi tentang kehidupannya sebagai seorang pria, bukan sebagai pangeran.
"Saya telah memakai banyak topi selama bertahun-tahun, baik secara harfiah maupun kiasan. Jadi ketika saya bercerita tentang pasang surut kehidupan, kesalahan, dan pelajaran yang saya ambil, saya bisa menunjukkan bahwa dari manapun kita berasal, kita mempunyai banyak kesamaan lebih dari yang dipikirkan," kata Harry.
Terlepas dari niatnya, seorang pengamat kerajaan mengklaim bahwa memoar Harry bisa berdampak buruk bagi anggota keluarga kerajaan Inggris. "Konsekuensi dari ini akan sangat luas dan mungkin sangat merusak," kata pengamat kerajaan Richard Fitzwilliams kepada Daily Mail pekan ini.