REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Bobby Setiadi Dharmawan menjelaskan, kasus gagal ginjal yang terjadi pada ratusan anak Indonesia saat ini bisa disebut dengan gagal ginjal akut progresif. Sebab, penyakit ini muncul secara mendadak dalam kurun waktu tiga bulan.
Bobby menjelaskan, ketika terjadi gangguan fungsi organ tubuh ginjal sebenarnya akan terlihat tanda-tanda gejala penyakitnya.
"Kemudian, disebut gagal ginjal akut karena tiba-tiba (terjadi) dengan rentang tiga bulan," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (26/10/2022).
Ia menambahkan, pasien kasus ini adalah mayoritas bawah lima tahun dan kasusnya bertambah sejak Agustus 2022. Lebih lanjut ia menjelaskan yang terjadi ketika anak-anak menderita gagal ginjal akut adalah terganggunya fungsi pengaturan cairan, sehingga ketika ginjalnya terganggu maka tubuh tak bisa mengeluarkan cairan.
Jadi, frekuensi anak buang air kecil berkurang bahkan tidak kencing sama sekali dalam 6 jam. Ia mengingatkan jika kondisi ini dibiarkan maka akan terjadi penumpukan cairan dan terjadi pembengkakan yang bisa dilihat di tungkai, perut, hingga muka.
Semua anggota tubuh ini mengalami penumpukan cairan dalam tubuh (edema). Bahkan, ia mengingatkan kalau terjadi penumpukan cairan di paru-paru dan jantung bisa sesak napas kemudian mengalami penurunan kesadaran.
"Ini karena ada penumpukan cairan," katanya.
Tak hanya itu, ia juga mengingatkan ginjal memiliki fungsi untuk memfiltrasi mencuci racun yang dihasilkan metabolisme dari protein seperti makanan, minuman, obat-obatan dan hasilnya metabolisme ureum dan kreatinin. Kemudian, kalau terjadi gangguan gagal ginjal maka akan terjadi peningkatan kadar racun.
"Akan terjadi peningkatan ureum dan kreatinin yang cukup tinggi dan ini sangat berbahaya," katanya.
Kemudian, ia mengingatkan jika gagal ginjal jadi akut maka terjadi peningkatan tekanan darah karena pengaturannya terganggu. Kemudian, bisa juga terjadi gangguan elektrolit dan kalium yang tinggi dalam tubuh (hiperkalemia), kekurangan kalium dalam tubuh (hipokalemia), hingga asidosis yaitu darah menjadi asam basah dan akibatnya anak bernapas cepat dan dalam.
"Anak juga lemas," katanya.
Tak heran, ia membenarkan angka kematian akibat kasus ini ternyata sangat tinggi. Bahkan sebelum ditemukan antidot atau obat, pasien penderita penyakit ini tetap mengalami kerusakan progresif meski sudah mendapatkan penanganan medis dengan baik.