Rabu 21 Sep 2022 16:43 WIB

Tantangan Pengasuhan Generasi Alpha: Cerdas tapi Rawan Menyendiri

Generasi alpha rawan terpapar gadget yang membuatnya mengalami speech delay.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Mendampingi anak saat bermain dengan gadget (ilustrasi). Generasi alpha amat terpapar gadget hingga rawan menjadi penyendiri, memiliki masalah interaksi sosial.
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Mendampingi anak saat bermain dengan gadget (ilustrasi). Generasi alpha amat terpapar gadget hingga rawan menjadi penyendiri, memiliki masalah interaksi sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak yang lahir setelah tahun 2010 kini dikategorikan sebagai generasi alpha. Psikolog menyebut bahwa mereka adalah anak-anak dengan tingkat kecerdasan yang tinggi.

Di sisi lain, cerdas dan kritisnya anak juga membawa tantangan pengasuhan tersendiri bagi orang tua. Psikolog anak, Samanta Elsener, mengatakan kecerdasan generasi alpha sangat tinggi dan melampaui generasi sebelumnya.

Baca Juga

Ketika menjalani tes IQ, sebagian besar anak-anak itu tingkat kecerdasannya terbukti di atas rata-rata. Hal itu mendorong orang tua menyekolahkan anaknya lebih cepat.

"Mereka (generasi alpha) lebih bisa menyelesaikan masalah, kreatif, tapi mereka cenderung keasyikan sendiri, karena terpapar gadget," kata Samanta dalam peluncuran Biostime di Thamrin Nine Ballroom Jakarta, Selasa (20/9/2022).

 

Samanta mengatakan bahwa penelitian terbaru telah banyak mengungkap saran penggunaan gadget pada anak. Sesuai saran ahli, buah hati tetap harus dibatasi dengan porsi waktu ketika menggunakan gadget dan wajib dalam bimbingan orang tua.

 

"Anak-anak generasi alpha ini tantangannya terpapar gadget jadi sebagian mengalami speech delay (keterlambatan bicara), memiliki masalah interaksi sosial, dan masalah turunan lainnya," kata Samanta.

 

Kebiasaan memakai gawai satu arah seperti itu bisa memengaruhi kemampuan belajar anak dan anak rawan menyendiri. Lalu, bagaimana solusinya?

 

Jika anak ingin tetap berkembang dengan memanfaatkan gadget, maka orang tua harus selalu siaga untuk terus memberi stimulasi lewat video yang ditampilkan. Samanta merekomendasikan untuk memilih video yang mengajak anak untuk berinteraksi.

 

Salah satunya video yang mengajak anak bergerak atau berjoget. Itu akan membuat anak merasa diajak terlibat dengan video yang ditonton.

 

"Kalau bisa nonton yang ada gerakan dance, sambil olahraga dan stimulasi motorik juga. Kalau nonton video yang satu arah, stimulasinya mana?" ujar Samanta.

 

Jangan hanya memberikan tontonan yang membuat anak pasif. Misalnya, tayangan akuarium berisi ikan atau hewan yang tidak ada suara sama sekali.

 

"Kecuali kalau ada ibu yang jadi semacam komentator, misal 'Wah itu ada pohon ya', kalau ibu kasih stimulasi, anak akan mau ngomong," tutur Samanta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement