Sabtu 02 Jul 2022 07:35 WIB

Sudah Hari ke 10 Masih Positif Covid-19, Apa Harus Lanjut Karantina?

Sebagian orang masih mengalami positif Covid-19 meski sudah tidak ada gejala.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Sebagian orang masih mengalami positif Covid-19 meski sudah tidak ada gejala.
Foto: www.pixabay.com
Sebagian orang masih mengalami positif Covid-19 meski sudah tidak ada gejala.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan kapan harus mengakhiri masa isolasi mandiri (isoman) setelah mengidap Covid-19 masih membingungkan bagi sebagian orang. Ada kalanya pasien merasa sudah baik-baik saja tanpa gejala tapi ternyata masih dites positif pada tes cepat antigen setelah hari ke-10 sejak awal isolasi mandiri.

Berdasarkan pedoman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS), seseorang dapat berhenti isoman setelah lima hari jika mereka bebas demam selama 24 jam dan mulai membaik. Akan tetapi, saat aktivitas yang melibatkan interaksi di sekitar orang lain, mereka wajib mengenakan masker.

Baca Juga

Dengan kehadiran berbagai subvarian baru, CDC tidak mengubah aturan dasar itu. Beberapa peneliti telah mengkritik aturan tersebut dengan menunjuk pada hasil penelitian terkini yang membuktikan beberapa orang masih bisa menularkan virus setelah hari kelima.

Banyak ahli menyarankan orang yang isoman tetap melanjutkan berdiam di rumah sampai dia benar-benar menunjukkan hasil tes negatif Covid-19. Peneliti di Harvard TH Chan School of Public Health, James Hay, yang mempelajari dinamika penyakit menular, menjelaskan langkah itu perlu guna meminimalisasi risiko.

"Jika Anda memiliki cukup virus di sistem tubuh Anda untuk menunjukkan tanda positif di salah satu tes, itu berarti tubuh Anda mungkin belum sepenuhnya membersihkan infeksi," ujar Hay, dikutip dari laman NPR, Sabtu (2/7/2022).

Umumnya, kebanyakan orang yang terinfeksi tidak menunjukkan hasil positif pada tes antigen 10 hari setelah timbulnya gejala. Akan tetapi, tidak ada studi sempurna yang menunjukkan seberapa besar kemungkinan bahwa hasil positif pada rapid test berarti masih menularkan.

Ketua departemen kedokteran laboratorium dan patologi di Fakultas Kedokteran Universitas Washington, Geoffrey Baird, menyampaikan bahwa para ahli penyakit menular cenderung berbeda pendapat tentang itu. Utamanya, dalam memutuskan apakah aman untuk bergabung kembali dengan dunia luar.

Bagaimanapun, Baird menunjukkan bahwa tes cepat antigen sesungguhnya tidak pernah dirancang untuk berfungsi sebagai kartu keluar dari isolasi. Mengandalkan hasilnya untuk mengetahui apakah seseorang bisa menularkan virus atau tidak, masih belum pasti.

"Tes antigen positif pada dasarnya dapat mengambil "sampah" virus yang tersisa, yang dapat mencakup virus mati, virus hancur, virus yang 90 persen tidak benar-benar berfungsi. Dan jumlahnya bisa berbeda-beda, tergantung sistem imun tiap orang, variannya, stadium infeksinya, dan sebagainya," kata Baird.

Ini sebabnya Baird tidak repot-repot melakukan tes cepat antigen setelah dia menjalani isoman ketika terinfeksi Covid-19 baru-baru ini. Setelah sepekan, ketika dia merasa lebih baik, dia langsung saja kembali ke kantor, di mana semua orang diharuskan memakai masker N95.

Dokter spesialis penyakit menular di UChicago Medicine, Emily Landon, berpendapat bahwa keputusan untuk mengakhiri isoman tergantung pada konteksnya. Jika pasien masih dites positif tetapi merasa baik-baik saja dan bebas gejala, bisa saja dia mengakhiri isoman dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Terlebih, ketika ada hal mendesak yang perlu dilakukan. Landon menyarankan boleh mengakhiri isoman, asal mengenakan masker pelindung yang efektif.

Akan tetapi, apabila akan menghabiskan waktu dengan orang-orang yang berisiko tinggi, sebaiknya pikirkan dua kali. "Jika berpikir untuk pergi ke panti jompo untuk mengunjungi nenek Anda, ini bukan waktunya untuk melakukannya," ucap Landon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement