REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada era 1970-an, satu demi satu anak di pinggiran kota Colorado menghilang akibat ulah The Grabber. Teror penculikan anak yang tak kunjung usai ini membuat warga harus hidup dikelilingi dengan kengerian yang tak berkesudahan.
Belum lama setelah korban terakhir menghilang, The Grabber kembali menghantui warga dengan menculik Finney Shaw. Finney merupakan anak lelaki pemalu yang masih berusia 13 tahun.
The Grabber mengurung Finney di sebuah ruang bawah tanah yang kedap suara. Meski berteriak sekuat tenaga, tak ada satu pun orang yang bisa mendengar Finney.
Ketika Finney mulai merasa putus asa, sebuah telepon hitam yang tergantung di dinding ruang bawah tanah mulai berdering. Padahal, telepon itu merupakan telepon mati yang seharusnya tidak bisa berdering.
Kisah penculikan mencekam ini dapat disaksikan melalui film The Black Phone. Film berdurasi 103 menit ini memuat materi yang kelam, namun disajikan melalui sudut pandang kasih sayang keluarga.
Di saat yang sama, film ini juga tidak berkompromi soal kengerian dan nuansa mencekam yang mereka hadirkan. Seperti halnya film horor di era 1970-an, The Black Phone menyajikan cerita yang slow burn. Teka-teki, kengerian, hingga intensitas dalam film ini meningkat secara bertahap seiring dengan berjalannya cerita.
Sebagai aktor yang telah menerima empat nominasi Oscar, performa Ethan Hawke sebagai The Grabber juga tak perlu diragukan lagi. Hawke mampu menghadirkan sosok penculik sadis yang membuat bulu kuduk berdiri, meski karakter yang dia perankan hanya sedang duduk terdiam.
Para aktor cilik yang terlibat dalam film ini pun menunjukkan kemampuan berakting yang sangat baik, termasuk Mason Thames (Finney) dan Madeleine McGraw (Gwen, adik Finney). Tak hanya bisa membangun atmosfer dalam adegan yang mengerikan atau mengharukan, mereka juga bisa mengundang gelak tawa para penonton dalam adegan yang jenaka.
Berbeda dengan kebanyakan film horor, The Black Phone bisa menghadirkan suasana mencekam tanpa harus menampilkan gambar yang terlalu gelap hingga sulit terlihat. Peralihan adegan nyata dan mimpi yang terjadi sepanjang film juga terasa mengalir dan mudah dipahami oleh penonton.