Rabu 08 Jun 2022 05:55 WIB

Sejumlah Perokok 'Kebal' dari Kanker Paru-Paru, Ini Penjelasannya

Penelitian ungkap mengapa sejumlah perokok yang terlindungi dari kanker paru-paru.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Nora Azizah
Penelitian ungkap mengapa sejumlah perokok yang terlindungi dari kanker paru-paru.
Foto: www.publicdomainpictures.com
Penelitian ungkap mengapa sejumlah perokok yang terlindungi dari kanker paru-paru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi yang dilakukan para ilmuwan di Albert Einstein College of Medicine menunjukkan beberapa perokok mungkin memiliki mekanisme kuat yang melindungi mereka dari kanker paru-paru dengan membatasi mutasi. Temuan ini dapat membantu mengidentifikasi perokok yang menghadapi peningkatan risiko penyakit. Namun, tetap memerlukan pemantauan yang ketat.

"Ini mungkin terbukti menjadi langkah penting menuju pencegahan dan deteksi dini risiko kanker paru-paru," ujar Simon Spivack, MD, MPH, penulis senior studi ini yang juga profesor kedokteran, epidemiologi & kesehatan populasi, dan genetika di Einstein, seperti dilansir dari laman The Brighter Side, Selasa (7/6/2022).

Baca Juga

Sudah sekian lama merokok diasumsikan menyebabkan kanker paru-paru dengan memicu mutasi DNA pada sel paru-paru normal. “Tapi itu tidak pernah bisa dibuktikan sampai penelitian kami, karena tidak ada cara untuk secara akurat mengukur mutasi pada sel normal,” ujar Jan Vijg, PhD, seorang penulis senior studi dan yang juga profesor oftalmologi dan ilmu visual.

Pria yang menjabat sebagai Ketua Lola dan Saul Kramer dalam Genetika Molekuler di Einstein menambahkan, untuk mengatasi hambatan itu, beberapa tahun lalu dengan mengembangkan metode yang lebih baik untuk mengurutkan seluruh genom sel individu. Metode sekuensing seluruh genom sel tunggal dapat menyebabkan kesalahan pengurutan yang sulit dibedakan dari mutasi yang sebenarnya, cacat serius saat menganalisis sel yang mengandung mutasi langka dan acak.

Dr. Vijg memecahkan masalah ini dengan mengembangkan teknik pengurutan baru yang disebut single-cell multiple displacement amplification (SCMDA). Seperti yang dilaporkan di Nature Methods pada tahun 2017, metode ini memperhitungkan dan mengurangi kesalahan pengurutan.

Para peneliti Einstein menggunakan SCMDA untuk membandingkan lanskap mutasi sel-sel epitel paru-paru normal (yaitu, sel-sel yang melapisi paru-paru) dari dua jenis orang, 14 orang yang tidak pernah merokok, usia 11 hingga 86 tahun dan 19 perokok, usia 44 hingga 81 tahun, yang telah merokok maksimal 116 bungkus tahun. Sel dikumpulkan dari pasien yang menjalani bronkoskopi untuk tes diagnostik yang tidak berhubungan dengan kanker.

“Sel paru-paru ini bertahan selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dan dengan demikian dapat mengakumulasi mutasi seiring bertambahnya usia dan merokok,” ujar Dr Spivack yang merupakan ahli paru di Montefiore Health System. "Dari semua jenis sel paru-paru, ini adalah yang paling mungkin menjadi kanker."

Para peneliti menemukan mutasi terakumulasi dalam sel paru-paru non-perokok seiring bertambahnya usia dan lebih banyak mutasi ditemukan secara signifikan di sel paru-paru perokok. Hal ini secara eksperimental menegaskan merokok meningkatkan risiko kanker paru-paru dengan meningkatkan frekuensi mutasi, seperti yang dihipotesiskan sebelumnya.

“Ini mungkin salah satu alasan mengapa begitu sedikit non-perokok terkena kanker paru-paru. Sementara 10 persen hingga 20 persen perokok seumur hidup mengalaminya," ujar Dr Spivack.

Temuan lain dari penelitian ini, jumlah mutasi sel yang terdeteksi dalam sel paru-paru meningkat sejalan dengan jumlah tahun merokok dan, mungkin, risiko kanker paru-paru juga meningkat. Tapi yang menarik, peningkatan mutasi sel terhenti setelah 23 bungkus tahun paparan. 

“Perokok terberat tidak memiliki beban mutasi tertinggi,” ujar Dr Spivack.

Data mereka menunjukkan individu-individu ini mungkin bertahan begitu lama, meskipun mereka merokok berat karena mereka berhasil menekan akumulasi mutasi lebih lanjut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement