Kamis 07 Apr 2022 16:57 WIB

Studi Temukan Ratusan Produk Krim Pemutih Mengandung Merkuri Tinggi

Kadar merkuri yang terkandung pada krim pemutih melebihi batas yang diperbolehkan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Kadar merkuri yang terkandung pada krim pemutih melebihi batas yang diperbolehkan.
Foto: Public Domain Pictures
Kadar merkuri yang terkandung pada krim pemutih melebihi batas yang diperbolehkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Asia umumnya terpikat dengan krim pencerah alias pemutih kulit. Namun, temuan baru-baru ini menunjukan betapa perlunya lebih hati-hati dalam pemilihan krim pencerah.

Pasalnya, peneliti menemukan kebanyakan pemutih mengandung merkuri. Sebagai logam berat, merkuri sangat beracun bagi manusia dan dapat menyebabkan gejala yang parah.

Baca Juga

Para peneliti mengingatkan untuk berhenti menggunakan produk pencerah kulit guna menghindari paparan merkuri. Produk pencerah kulit dan 'pemutih' kulit (SLP) tersedia di seluruh dunia. 

Merkuri banyak digunakan untuk menekan produksi melanin, yang memberi warna pada kulit, dan meringankan hiperpigmentasi seperti bintik hitam, bintik-bintik, dan noda. Namun, merkuri sangat beracun bagi kesehatan manusia.

Zero Mercury Working Group (ZMWG) menganalisis 271 SLP dari lebih dari 40 platform daring, termasuk Amazon, eBay, dan Aliexpress. Dari 129 produk yang diuji, ditemukan mengandung kadar merkuri melebihi 1 ppm, batas hukum internasional yang ditetapkan oleh Konvensi Minamata tentang merkuri.

“Kami telah melakukan pengambilan sampel jenis ini tiga kali, jadi saya tidak akan mengatakan bahwa kami sangat terkejut dengan temuan ini,” kata Elena Lymberidi-Settimo, manajer kebijakan di Zero Mercury Campaign kepada Medical News Today, dilansir Kamis (7/4/2022).

Namun, menurut dia, agak mengkhawatirkan bahwa krim ini ditemukan tersedia dengan merkuri yang sangat tinggi, di lebih banyak platform di seluruh dunia, semua wilayah, dibandingkan dengan survei terakhir. Laporan tersebut diterbitkan oleh Biro Lingkungan Eropa.

Dalam jangka panjang, penggunaan merkuri dikaitkan dengan kerusakan mata, kesulitan bernapas, kerusakan sistem saraf, dan penyakit ginjal. Selain itu, orang yang menggunakan produk pemutih (SLP) kaya merkuri, dapat secara tidak sadar menularkan ke anggota keluarga lainnya melalui kontak dekat. 

Penelitian menunjukkan bahwa rumah bahkan mungkin memerlukan dekontaminasi untuk mengurangi paparan merkuri setelah menggunakan SLP. Satu pengungkapan penting dari analisis tersebut adalah bahwa tidak ada cukup langkah untuk memverifikasi keamanan dan legalitas produk yang dijual di berbagai platform belanja. Peringatan atau larangan penjualan sementara juga tidak muncul kembali di beberapa situs.

“Penyelidikan ini mengkonfirmasi bahwa sebagian besar platform e-commerce tidak cukup termotivasi untuk memverifikasi legalitas produk yang dijual,” tulis para peneliti.

 

Bahan aman untuk perubahan warna kulit

Dr Shari Lipner PhD, profesor dermatologi klinis di Weill Cornell Medicine, yang tidak terlibat dalam laporan tersebut, mengatakan ada beberapa alternatif ya g lebuh aman. Itu seperti hydroquinone, licorice, vitamin K, kojic acid, dan vitamin C. Semuanya dapat menjadi bahan pencerah kulit yang aman. 

Dr Lauren Taglia, PhD, dokter kulit di Northwestern Medicine Central DuPage Hospital, yang juga tidak terlibat dalam studi, menambahkan bahwa arbutin merupakan bahan aman untuk menyamarkan bintik hitam. Michael Bender, direktur Proyek Kebijakan Merkuri, mempertanyakan mengapa orang ingin menggunakan SLP sejak awal. 

Dia menilai karena masyarakat kerap bergulat dengan rasisme dan warna kulit yang terinternalisasi. Laporan tersebut mencatat bahwa penggunaan SLP mungkin terkait dengan masalah budaya bersejarah yang berbeda di setiap wilayah.

Konsumen harus menemui dokter kulit bersertifikat untuk mengobati gangguan hiperpigmentasi. Efek samping seperti ruam kulit, penipisan kulit, dan borok kulit terkait dengan penggunaan produk pemutih kulit yang biasanya dibeli dari sumber kurang jelas.

Ahli juga mencatat pentingnya untuk tidak memasukkan terlalu banyak produk perawatan kulit ke dalam rutinitas secara sekaligus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement