Kamis 24 Mar 2022 03:25 WIB

Psikolog Sebut Ibu Bunuh Anak di Brebes Sebagai Manifestasi Keputusasaan

Psikolog menyebut kasus ibu bunuh anak sebagai manifestasi keputusasaan dan frustrasi

Garis Polisi (ilustrasi). Psikolog menyebut kasus ibu bunuh anak sebagai manifestasi keputusasaan dan frustrasi.
Foto: Antara/Arif Pribadi
Garis Polisi (ilustrasi). Psikolog menyebut kasus ibu bunuh anak sebagai manifestasi keputusasaan dan frustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua II Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia Ratih Ibrahim menekankan kondisi mental pada seorang ibu kandung yang membunuh anaknya di Brebes, Jawa Tengah pada Ahad (20/3/2022) masih bersifat spekulatif sehingga tidak bisa digeneralisasi dalam konteks umum. Dalam peristiwa tersebut, seorang anak berusia tujuh tahun meninggal dunia serta dua anak lainnya (10 dan 4,5 tahun) terluka hingga kritis dan dilarikan ke rumah sakit.

Ratih mengatakan kasus pembunuhan seperti ini harus diamati secara spesifik dengan menunggu hasil pemeriksaan dari tim psikiatri forensik kepolisian. Menurutnya, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab di benak masyarakat, terlebih karena hanya melihat melalui video yang beredar.

Baca Juga

Meski demikian, Ratih mengidentifikasi perbuatan ibu tersebut sebagai manifestasi dari rasa keputusasaan, frustrasi, hingga kemarahan. "Saya mengidentifikasi ada perasaan keputusasaan, frustrasi, dan kemarahan yang sangat hebat pada dia. Namun pertanyaannya marahnya sama siapa, sama anak-anaknya? Belum tentu. Itu bisa kemarahan pada nasib atau suami," kata Ratih saat dihubungi Antara pada Rabu (23/3/2022).

Menurutnya, kondisi ekonomi keluarga yang terpuruk hingga kondisi yang terjadi pada suami juga harus diinvestigasi lebih lanjut. "Kalau saya baca (dari berita) orangnya tertutup, ya. Mungkin juga mau minta tolong sama siapa. Dan karakteristik kepribadiannya seperti apa, kita enggak tahu, karena itu juga bisa berpengaruh terhadap bagaimana dia mengambil tindakan fatal seperti ini," kata Ratih yang juga menjadi Direktur Personal Growth itu.

Ratih juga mempertanyakan maksud kata-kata yang dilontarkan ibu tersebut yang ingin membebaskan penderitaan anak-anaknya dengan cara membunuh mereka. "Dia bilang, dengan membunuh itu berarti membebaskan anak-anaknya dari kemungkinan penderitaan yang lebih besar. Pertanyaannya penderitaan apa, apakah memang dia secara sadar melakukannya atau punya pikiran ngawur. Tapi di sisi lain dia juga bilang 'Saya nggak gila'," kata Ratih.

Sementara pada dua anak terdampak, Ratih berharap agar pihak lain turut membantu penanganan dan proses pemulihan dengan tidak membuat kondisi mereka menjadi lebih berat. Menurutnya, tingkatan trauma kedua anak tersebut juga tidak dapat diperkirakan.

"Nomor satu dapat tempat berlindung dulu. Mudah-mudahan mereka bisa berkembang dan bertumbuh dengan bagus dan sehat, mendapat penanganan psikologis dan terapi yang baik. Itu juga jadi doa dari kita semua agar anak-anak ini bisa sembuh dari trauma," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement