REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Long Covid telah memengaruhi sekitar 31 persen hingga 69 persen pasien Covid-19. Kondisi itu merujuk pada seseorang yang tidak lagi mengidap Covid-19 namun masih merasakan dampak berkepanjangan.
Gejala long Covid antara lain gangguan mengingat, masalah pencernaan, kelelahan, kehilangan penciuman, batuk yang berkepanjangan, dan sesak napas. Para peneliti melakukan tinjauan lebih dalam terhadap kondisi tersebut.
Studi baru yang terbit pekan ini di jurnal ilmiah Cell merangkum data 390 pasien Covid-19 yang dicermati oleh lebih dari 50 peneliti. Kondisi para pasien ditinjau sejak masing-masing didiagnosis mengidap Covid-19.
Sekitar 37 persen pasien dalam penelitian melaporkan tiga atau lebih gejala long Covid beberapa bulan setelah infeksi. Sekitar 24 persen melaporkan satu atau dua gejala, dan 39 persen melaporkan tidak ada gejala.
Hasil studi mengidentifikasi empat faktor risiko utama long Covid. Pertama, diabetes tipe dua. Pasien yang sebelumnya sudah mengidap diabetes tipe dua ditengarai memiliki risiko lebih besar mengalami long Covid.
Para peneliti memperingatkan pasien diabetes tipe dua untuk lebih berhati-hati. Hanya ada sedikit kemungkinan bahwa kondisi medis lain yang sudah ada sebelumnya dapat meningkatkan risiko mengidap long Covid.
Faktor risiko kedua adalah fragmen SARS-CoV-2 yang beredar pada saat diagnosis. Sejumlah besar RNA virus corona yang ditemukan dalam aliran darah seseorang sejak sebelum terjangkit Covid-19 bisa berarti mereka lebih berisiko terkena long Covid.
Selanjutnya, faktor risiko ketiga yakni reaktivasi virus Epstein-Barr. Sebagai informasi, virus Epstein-Barr dapat menyebabkan mononukleosis, tetapi biasanya kondisinya tidak aktif di dalam tubuh.
Pasien yang memiliki virus ini dan teraktifkan kembali dalam sistem pada saat didiagnosis Covid-19 berkorelasi dengan peningkatan risiko mengidap long Covid. Faktor risiko keempat adalah kehadiran autoantibodi spesifik.
Autoantibodi diciptakan oleh sistem kekebalan, tetapi diarahkan untuk menyerang jaringan atau organ mereka sendiri. Jumlah yang lebih besar dari beberapa autoantibodi dalam tubuh dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki tingkat antibodi pelindung yang lebih rendah terhadap Covid-19 sehingga memicu long Covid.
Studi juga menemukan bahwa perempuan yang mengidap long Covid cenderung mengalami lebih banyak gejala neurologis. Selain itu, pasien long Covid yang memiliki penyakit jantung lebih mungkin kehilangan fungsi indra penciuman dan indra perasa.
Saat ini, belum ada obat untuk mengatasi long Covid. Penelitian menyarankan pemberian obat antivirus di awal terserang Covid-19 untuk menangani kelebihan virus dalam sistem dan membantu mengurangi risiko long Covid.
Para peneliti juga menyebutkan pentingnya studi lanjutan untuk mengonfirmasi temuan itu. Terutama, penelitian dengan jumlah peserta lebih banyak dan dalam jangka waktu yang lebih lama, dikutip dari laman Fortune, Jumat (28/1/2022).