Senin 17 Jan 2022 01:07 WIB

Cara Mengatasi Insomnia Akibat Covid-19

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak orang mengalami insomnia.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Cara mengatasi insomnia akibat Covid-19 (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan
Cara mengatasi insomnia akibat Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak orang mengalami insomnia atau susah tidur. Menurut American Academy of Sleep Medicine, penderita insomnia bisa meningkatkan kualitas tidur mereka dengan cara memahami dulu kebiasaan yang menyebabkan mereka sulit tidur.

“Stres dan isolasi saat pandemi, berkurangnya aktivitas fisik, itu semua justru bisa menyebabkan masalah tidur,” ujar profesor psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh, Daniel J Buysse mengatakan kepada Wall Street Journal, dilansir di Fox News, Ahad (16/1/2022).

Baca Juga

Sebuah survei pada Maret 2021, mempelajari 2.006 orang dewasa secara daring. Studi itu menemukan lebih dari 50 persen orang Amerika mengalami sulit tidur selama pandemi, dan di antara mereka ada yang mengalami gangguan tidur.

Keluhan paling umum adalah sulit tidur atau kurang tidur, dengan 46 persen responden kurang tidur malam dan 36 persen mengalami mimpi yang mengganggu. CDC mendefinisikan insomnia sebagai ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan tidur.

Ini dapat dikaitkan dengan bangun lebih awal dari biasanya, mencatat secara khusus kesulitan untuk tidur atau kurang tidur, yang dapat disebabkan oleh kantuk di siang hari yang berlebihan. Hal itu sering kali tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara optimal.

Masalah tidur kronis juga dikaitkan dengan masalah medis termasuk diabetes, obesitas, dan tekanan darah tinggi, serta disfungsi kognitif dan gangguan mood.

Tetapi sebelum seseorang didiagnosis menderita insomnia, CDC merekomendasikan untuk mengesampingkan efek samping obat, masalah penyalahgunaan zat, depresi, atau masalah medis lain yang dapat menyebabkannya. Orang dewasa harus mencoba tidur antara tujuh dan sembilan jam di malam hari.

Salah satu alasan utama banyak orang mengalami sulit tidur adalah kecemasan antisipatif, di mana seseorang ingin tidur tetapi mulai khawatir apakah mereka benar-benar akan tidur dan tidak bisa tidur.

"Salah satu strategi yang saya temukan efektif bagi pasien saya adalah merekomendasikan agar mereka tetap berada di tempat tidur, memejamkan mata, dan fokus untuk tetap terjaga,” kata psikiater forensik di Universitas Columbia, yang juga anggota dewan pengawas American Psychiatric Association, dr Elie G Aoun.

“Dengan mengalihkan pikiran untuk tetap terjaga, mereka mengalihkan pikiran mereka dari memikirkan kebutuhan untuk tertidur. Ini memungkinkan tubuh mereka mengambil alih dan melakukan apa yang diinginkan tubuh, tertidur,” kata Aoun lagi.

Dia juga menyarankan strategi untuk membantu menjernihkan pikiran sebelum tertidur dan untuk meningkatkan kualitas tidur. "Jika itu gagal, atau pada pasien dengan riwayat trauma atau PTSD (gangguan stres pasca-trauma), beberapa obat dapat secara efektif memperbaiki tidur," kata Aoun lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement