Penulis utama studi, Omar El Shahawyl, menyampaikan bahwa ada 13.711 peserta yang terlibat. Jumlah itu kemudian dipersempit menjadi 11.207 peserta tanpa diagnosis penyakit kardiovaskular sebelumnya.
Pada kelompok pria dengan penyakit kardiovaskular maupun tidak, pengguna rokok elektrik dua kali lebih mungkin mengalami disfungsi ereksi. Tepatnya, 2,2 kali lebih mungkin dalam ukuran sampel yang lebih besar dan meningkat menjadi 2,4 kali lebih mungkin pada sampel tanpa penyakit kardiovaskular.
Hampir setengah dari semua peserta adalah mantan perokok, 21 persen adalah perokok aktif, dan 14 persen menggunakan rokok elektrik. Secara total, 10 persen dari semua pria dalam sampel melaporkan mengalami disfungsi ereksi.
Shahawyl mengatakan, analisisnya memperhitungkan riwayat merokok para peserta, termasuk mereka yang tidak pernah merokok sejak awal. Selanjutnya, dia berharap ada penelitian lebih lanjut mengenai implikasi potensial memakai rokok elektrik bagi kesehatan seksual pria.
"Temuan kami menggarisbawahi kebutuhan untuk melakukan studi lebih lanjut untuk mengontekstualisasikan pola penggunaan rokok elektrik yang relatif lebih aman daripada merokok," ucapnya, dikutip dari laman Daily Mail, Sabtu.