REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jenis baru vaksin Covid-19 yang disebut subunit protein siap diluncurkan ke berbagai negara. Meskipun vaksin ini tidak akan menggantikan vaksin yang tersedia saat ini, subunit protein bisa menjadi vaksin alternatif terutama untuk negara-negara dengan sumber daya yang lebih rendah.
Vaksin ini bekerja dengan menunjukkan sistem kekebalan seseorang sebagai sesuatu yang terlihat sebagai virus. Keuntungan dari vaksin subunit protein adalah mereka cenderung sangat stabil, sehingga tidak memerlukan freezer untuk penyimpanan. Kulkas biasa sudah cukup. Hal ini membuat pendistribusian vaksin menjadi lebih mudah.
"Kami berasumsi bahwa vaksin subunit protein akan memainkan peran besar dalam mempercepat pengembangan vaksin Covid-19," kata Julie McElrath, direktur divisi vaksin dan penyakit menular di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle.
Sejak awal pandemi, Operation Warp Speed memilih tiga teknologi vaksin untuk didukung yakni vaksin mRNA yang dikembangkan Pfizer dan Moderna, vaksin vektor virus yang diusulkan oleh Johnson & Johnson, dan vaksin subunit protein yang akan dibuat oleh Sanofi dan Novavax.
Setelah lebih dari satu tahun mengembangkan vaksin, Novavax kini telah mengajukan otorisasi penggunaan darurat dengan berbagai lembaga terkait di berbagai negara. Ini menunjukkan bahwa vaksin itu bekerja dengan sangat baik, dan tidak ada masalah keamanan.
"Kami telah mengajukan otorisasi di seluruh dunia, termasuk di Inggris Raya, Australia, Kanada, Selandia Baru," kata Silvia Taylor, wakil presiden urusan perusahaan global dan hubungan investor untuk Novavax
Pengajuan ini juga berarti Novavax telah menyelesaikan masalah manufakturnya, karena mendapatkan otorisasi memerlukan regulator yang meyakinkan bahwa mereka dapat memproduksi vaksin dengan andal.
Taylor berharap Novavax akan mendapat otorisasi penggunaan darurat di AS awal tahun depan. Dia mengatakan untuk meningkatkan kapasitas produksi, Novavax telah bekerja sama dengan beberapa produsen vaksin, termasuk Serum Institute of India, pembuat vaksin terbesar di dunia.
"Kami memiliki keyakinan yang luar biasa bahwa dengan semua yang telah kami pelajari selama setahun terakhir, serta keahlian dari semua mitra, kami akan berada dalam posisi yang terbaik untuk memproduksi lebih dari 2 miliar dosis pada tahun 2022," kata Taylor seperti dilansir dari NPR, Jumat (3/12).
Meski produksinya sedikit tertinggal dari vaksin yang lain, vaksin subunit protein diyakini masih dapat memainkan peran penting dalam mengendalikan pandemi.
Imunolog dari Washington University di St Louis, Ali Ellebedy, mengatakan bahwa memiliki banyak pilihan vaksin merupakan ide yang bagus. Ellebedy yang mempelajari vaksin mRNA, mengatakan bahwa hingga kini para ilmuwan masih mencoba mempelajari kekuatan dan kelemahan vaksin.
Untuk melakukan itu, akan berguna jika sekelompok besar orang divaksinasi dengan vaksin lain. "Dari perspektif ilmiah, akan sangat bagus untuk memiliki vaksin subunit," katanya.