Kamis 02 Dec 2021 23:02 WIB

Tes Darah Kini Bisa Bantu Mendiagnosis Depresi dan Bipolar

Tes darah bahkan bisa membedakan gejala depresi dan bipolar.

Tes darah bahkan bisa membedakan gejala depresi dan bipolar.
Foto: www.pixabay.com
Tes darah bahkan bisa membedakan gejala depresi dan bipolar.

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Santi Sopia

Baca Juga

Depresi dan kondisi bipolar biasanya sulit didiagnosis. Namun, saat ini, para ahli menemukan titik terang bahwa tes biologis setidaknya dapat membantu memperjelas beberapa variabel.

Tes darah menggunakan penanda RNA menawarkan harapan baru untuk mendiagnosis orang-orang dengan gangguan mood (mental), seperti depresi. Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Indiana University AS meluncurkan tes darah pada bulan April. 

Mereka mengklaim itu sebagai jawaban biologis pertama psikiatri untuk mendiagnosis gangguan mental. Studi menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk melakukan tes darah bagi penderita depresi dan gangguan bipolar. 

“Tes dapat membedakan antara keduanya, dan mencocokkan orang dengan obat yang tepat," kata psikiater dan ahli genetika Dr Alexander Niculescu, yang memimpin penelitian tersebut, dilansir Al Jazeera, Kamis (2/12).

Tes ini mencoba menghindari trial and error dan kesalahan selama bertahun-tahun. Selain itu juga tekait rawat inap, dan efek samping. 

Studi ini memeriksa dasar biologis dari gangguan mood, mengembangkan alat untuk membedakan jenis gangguan mental yang dimiliki seseorang depresi atau gangguan bipolar.

Untuk mengembangkan tes tersebut, tim Dr Niculescu dan timnya memanfaatkan 15 tahun penelitian sebelumnya untuk mengembangkan tes. Mereka melihat tentang bagaimana psikiatri berhubungan dengan biomarker ekspresi gen darah. Ini merupakan indikator terukur dari keadaan biologis dalam bentuk RNA, DNA, protein atau molekul lain.

Setiap sistem dalam tubuh, seperti otak, saraf, dan kekebalan, memiliki jalur perkembangan yang sama. Dr Niculescu mencontohkan saat seseorang stres atau depresi, ada mekanisme psiko-neurologis, hormon, dan hal-hal lain yang dilepaskan untuk memengaruhi darah dan sistem kekebalan. Sebaliknya, aktivasi kekebalan atau peradangan akan mempengaruhi otak. 

“Dengan temuan ini, dokter akan dapat mengirim pasien ke laboratorium untuk pemeriksaan darah untuk menunjukkan penyebab gejala mereka, seperti yang mereka lakukan untuk penyakit fisik,” kata Dr Niculescu.

Tes darah yang dikembangkan oleh Dr Niculescu dan timnya sekarang tersedia sebagai tes standar pemerintah AS (CLIA) untuk dipesan oleh dokter, melalui perusahaan yang didirikan oleh Niculescu dan pakar lain di bidangnya. 

Namun menurut Alexander Talkovsky, program officer di Division of Translational Research di National Institute of Mental Health (NIMH) di Amerika Serikat, masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tes ini. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement