REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Sempat muncul studi yang mengungkapkan budaya putri dalam film memicu efek negatif khususnya kepada anak. Utamanya dalam hal hanya menilai seseorang dari fisik yang harus enak dilihat.
Sekarang sebuah studi justru menunjukkan bahwa budaya putri Disney sebenarnya memiliki dampak positif pada sikap anak-anak. Sebuah studi jangka panjang tentang efek yang disebut "budaya putri" pada anak-anak tersebut, mengungkapkan hasil bahwa dampak positif pada anak-anak, terutama dalam hal pandangan progresif tentang peran gender dan penolakan maskulinitas beracun.
Aspek yang paling menarik dari penelitian ini adalah bahwa hal itu dilakukan oleh profesor Universitas Brigham Young Sarah Coyne, yang sebelumnya juga telah melakukan penelitian penting tahun 2016. Dia secara khusus menunjukkan efek negatif pada anak-anak melalui minat mereka pada budaya putri saat itu.
Coyne menjelaskan, perbedaan dalam hasil masa lalu dan temuan baru ini. Menurut dia, temuan sebelumnya menemukan dampak dalam jangka pendek terkait budaya putri memiliki efek negatif.
“Tapi ini berubah seiring waktu. Kami sekarang melihat efek positif jangka panjang dari budaya putri pada cara kami berpikir tentang gender,” ujarnya, dilansir laman CBR, Selasa (3/8).
Sebagai psikolog perkembangan, Coyne tertarik untuk melihat hal-hal dari waktu ke waktu. Yang menarik adalah bahwa budaya putri memiliki beberapa hal yang sangat dalam dan indah tentang kewanitaan dan hubungan. Jika kita dapat memahaminya, itu bisa benar-benar menyembuhkan bagi umat manusia.
Studi ini mewawancarai 300 anak dan orang tua mereka selama prasekolah. Selanjutnya, diteliti sekali lagi lima tahun kemudian. Dalam jangka pendek, minat pada putri-putri Disney ternyata memperbesar stereotip pada anak-anak, tetapi dalam jangka panjang, efeknya sebagian besar justru menjadi positif.
Coyne menjelaskan, “budaya putri" memberi wanita alur cerita utama di mana mereka adalah protagonis. Mereka mengikuti impian mereka, membantu orang-orang di sekitar mereka, dan menjadi individu yang tidak ditentukan peran karena jenis kelamin mereka.
Coyne mencatat bahwa citra putri Disney baru yang diterapak dalam karakter kekinian seperti Moana dan Elsa sangat penting dalam mengajarkan pelajaran ini.
Efeknya sama pada anak perempuan dan laki-laki, bahwa itu memberi tahu anak laki-laki dan perempuan jika mereka bisa menjadi berbagai hal yang berbeda. Mereka beranggapan bisa menjadi seseorang yang kuat.
"Anak laki-laki yang terpapar budaya putri sejak dini cenderung melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam mengekspresikan emosi dalam hubungan mereka,” kata Coyne.
Dibandingkan menutup perasaan atau perasaan mereka harus melawan seseorang yang menantang mereka, sebaliknya justru mampu mengekspresikan emosi mereka dengan cara tanpa kekerasan.
Coyne mencatat, bahwa kuncinya, bagaimanapun, adalah menekankan tindakan karakter dan bukan penampilan fisik mereka, “Fokus pada kemanusiaan di balik setiap putri, bukan hanya penampilan mereka,” ujar Coyne.
Contohnya, putri seperti Moana penuh dengan kedalaman, gairah, dan kebaikan. Ceritanya bukan tentang bagaimana penampilannya, ini tentang mengikuti impian dan menemukan siapa jati diri sebenarnya. Orang tua dapat mengambil contoh kualitas interpersonal tersebut dan membantu anak-anak mereka tumbuh. Jadi, karakter-karakter putri Disney dapat menunjukkan bahwa putri menawarkan kedalaman yang luas di luar penampilan.