Selasa 27 Jul 2021 15:08 WIB

Studi Baru: Penyintas Covid-19 Alami Kecerdasan Otak Menurun

Studi sebut penyintas Covid-19 bergejala parah alami penurunan kemampuan kognitif.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nora Azizah
Studi sebut penyintas Covid-19 bergejala parah alami penurunan kemampuan kognitif.
Foto: Pixnio
Studi sebut penyintas Covid-19 bergejala parah alami penurunan kemampuan kognitif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian baru diterbitkan dalam jurnal The Lancet EClinicalMedicine menemukan hasil yang mengejutkan pada penyintas Covid-19. Studi menemukan bahwa orang yang telah pulih dari Covid-19 cenderung mendapat skor yang jauh lebih rendah pada tes kecerdasan dibandingkan dengan mereka yang tidak tertular.

Temuan ini menunjukkan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 bisa menghasilkan pengurangan substansial dalam kemampuan kognitif. Penurunan terjadi, terutama pada mereka yang menderita penyakit lebih parah.

Baca Juga

“Secara kebetulan, pandemi meningkat di Inggris ketika saya mengumpulkan data kesehatan kognitif dan mental dalam skala yang sangat besar sebagai bagian dari kolaborasi BBC2 Horizon, Great British Intelligence Test,” kata pemimpin penelitian  Adam Hampshire, yang juga seorang profesor di Laboratorium Komputasi, Kognitif, dan Neuroimaging Klinis di Imperial College London, dilansir dari psypost.org, Selasa (27/7).

“Tes ini terdiri dari serangkaian tugas yang dirancang untuk mengukur berbagai dimensi kemampuan kognitif untuk aplikasi baik dalam sains warga maupun penelitian klinis,” lanjut Hampshire.

“Saya memperluas penelitian untuk memasukkan informasi tentang penyakit Covid-19 dan dampak pandemi pada kehidupan sehari-hari secara umum,” lanjut Hampshire lagi.

Di dalam studinya, Hampshire dan timnya menganalisis data dari 81.337 peserta yang menyelesaikan tes kecerdasan antara Januari hingga Desember 2020. Dari seluruh sampel, 12.689 orang melaporkan bahwa mereka penyintas Covid-19 dengan berbagai tingkat keparahan pernapasan.

Setelah mengontrol faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, bahasa asal, tingkat pendidikan, dan variabel lainnya, para peneliti menemukan bahwa mereka yang tertular Covid-19 cenderung berkinerja buruk pada tes kecerdasan dibandingkan dengan mereka yang tidak tertular. Defisit terbesar diamati pada tugas-tugas yang membutuhkan penalaran, perencanaan, dan pemecahan masalah.

“Ini sejalan dengan laporan long Covid, seperti 'kabut otak', kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan menemukan kata-kata yang benar adalah hal biasa," kata para peneliti.

Penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa sebagian besar penyintas Covid-19 dipengaruhi oleh komplikasi neuropsikiatri dan kognitif.

“Kita harus berhati-hati karena sepertinya virus bisa memengaruhi kognisi kita. Kami tidak sepenuhnya memahami bagaimana, mengapa, atau untuk berapa lama, tetapi kami sangat perlu mencari tahu. Sementara itu, jangan mengambil risiko yang tidak perlu dan segera lakukan vaksinasi," kata Hampshire.

Tingkat kinerja kognitif yang rendah juga dikaitkan dengan tingkat keparahan penyakit. Mereka yang dirawat di rumah sakit dengan ventilator menunjukkan defisit terbesar.

Defisit yang diamati untuk pasien Covid-19 yang telah memakai ventilator setara dengan penurunan IQ 7 poin. Defisit bahkan lebih besar dari defisit yang diamati untuk individu yang sebelumnya menderita stroke dan yang melaporkan ketidakmampuan belajar.

"Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa kita yang telah menganalisis data seperti ini agak gugup dengan keputusan untuk membiarkan pandemi berjalan dengan sendirinya di Inggris," kata Hampshire.

Meskipun sebagian kecil dari 275 peserta menyelesaikan tes kecerdasan baik sebelum dan sesudah tertular Covid-19, penelitian ini sebagian besar menggunakan metodologi cross-sectional, membatasi kemampuan untuk menarik kesimpulan tegas tentang sebab dan akibat. Tetapi sampel yang besar dan beragam secara sosial ekonomi memungkinkan para peneliti untuk mengontrol berbagai macam variabel yang berpotensi ikut berperan, termasuk kondisi yang sudah ada sebelumnya.

“Peringatan utama adalah bahwa kita tidak tahu apa dasar mekanistik dari asosiasi kognisi Covid yang diamati. Kita juga tidak tahu berapa lama dampak pada kognisi ini bertahan pada seseorang. Saya menyediakan teknologi penilaian untuk digunakan dalam serangkaian penelitian yang sekarang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini,” kata Hampshire.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement