REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenapa long-Covid-19 bertahan begitu lama setelah infeksi awal? Bukti baru menunjukkan jejak Covid-19 yang bertahan lama bisa jadi disebabkan virus membuat perubahan signifikan pada darah.
“Kami mampu mendeteksi perubahan, dan lama dalam sel, baik selama infeksi akut, bahkan setelahnya,” kata ahli biofisika dari Institut Max Planck di Jerman, Jochen Guck dilansir Science Alert, Jumat (2/7).
Dalam sebuah studi baru, Guck dan rekan peneliti menganalisis darah pasien menggunakan sistem sitometri deformabilitas (RT-DC), yang mampu menganalisis ratusan sel darah per detik, mendeteksi apakah darah menunjukkan perubahan abnormal dalam ukuran dan strukturnya. Teknologi itu disebut bisa membantu mengeksplorasi apa yang masih belum diketahui secara signifikan dalam Covid-19, misalnya bagaimana virus dapat memengaruhi darah pada tingkat sel.
Hingga saat ini, peneliti dan penulis utama Markéta Kubánková mengatakan perubahan fisik sel darah belum dianggap berperan dalam oklusi vaskular terkait Covid-19 dan kerusakan organ. Dalam studi itu, peneliti menganalisis darah dari 55 orang, yaitu 17 pasien Covid-19 parah, 14 pasien yang pulih, dan 24 sukarelawan tanpa gejala.
Secara total, lebih dari empat juta sel darah dilihat melalui sistem RT-DC. Hasil menunjukkan sel darah merah (eritrosit) pasien Covid-19 ukurannya lebih bervariasi dari orang sehat, dan menunjukkan tanda kekakuan struktur fisik, menunjukkan lebih sedikit deformabilitas, yang dapat memengaruhi kemampuan mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh.
"Sifat fisik eritrosit sangat penting untuk aliran mikrosirkulasi, perubahan ini dapat mengganggu sirkulasi dan meningkatkan hipoksemia," ujar peneliti.
Efeknya dapat bertahan pada pasien Covid-19, setelah infeksi tidak aktif. Peneliti menemukan ada perubahan fenotipe tidak begitu menonjol. Sebaliknya, peneliti menemukan bentuk sel darah putih (leukosit) yang disebut limfosit menunjukkan penurunan kekakuan pada pasien Covid-19, sementara sel darah putih lainnya, monosit secara signifikan lebih besar daripada sel dari kelompok kontrol.
Sementara itu, neutrofil, jenis sel darah putih lain, menunjukkan banyak perubahan pada pasien Covid-19. Kondisi itu terlihat dalam volume lebih tinggi, dengan deformasi lebih besar.
Menariknya, neutrofil memiliki masa hidup sangat pendek (hanya sekitar satu hari), tetapi perubahan neutrofil pada pasien Covid-19 masih dapat terlihat beberapa bulan setelah infeksi. Kubánková menggambarkannya sebagai kondisi tidak terduga. Lebih banyak bukti Covid-19 meninggalkan pengaruh yang lama pada sistem kekebalan.
"Sementara beberapa perubahan itu pulih ke normal, yang lain bertahan selama berbulan-bulan setelah keluar dari rumah sakit, membuktikan jejak jangka panjang Covid-19 di tubuh," kata peneliti.
Peneliti berhipotesis perubahan yang diamati dapat muncul karena perubahan sitoskeletal sel imun. Sifat mekanik sel dapat secara langsung berhubungan dengan sitoskeleton, yaitu struktur pendukung penting yang menentukan fungsi seluler.
Masih harus dilihat bagaimana perubahan sel darah itu bisa dipucu infeksi virus. Belum sepenuhnya diketahui bagaimana perubahan sel menyebabkan gejala Covid-19 hingga kematian. Untuk saat ini, penelitian itu hanya bukti lebih lanjut tentang seberapa dalam virus corona menyerang tubuh.
Peneliti mengatakan perubahan eritrosit dan neutrofil dapat dikaitkan dengan gejala jangka panjang dari pasien yang pulih, di mana 70 persen menggambarkan sakit kepala kronis atau gejala neurologis, 54 persen gangguan konsentrasi, dan 62 persen masalah peredaran darah, seperti keringat dingin dan takikardia.
"Kami berhipotesis perubahan fenotipe fisik sel darah yang terus-menerus dapat berkontribusi pada gangguan sirkulasi jangka panjang dan pengiriman oksigen yang terkait dengan Covid-19,” kata peneliti.