REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam tiga buah studi baru yang diterbitkan oleh American Heart Association menemukan, terlalu sering menonton televisi pada usia paruh baya dapat menurunkan fungsi kognitif otak lebih buruk pada usia tua. Usia paruh baya dalam penelitian ini adalah antara usia 45-64 tahun.
Dilansir dari eatthis, Selasa (1/6), penelitian ini juga mengklasifikasikan menonton televisi ini sebagai perilaku menetap, dan dikaitkan dengan memburuknya kesehatan otak di usia lanjut. Kinerja kognitif otak, seperti kemampuan berpikir dan mengingat, secara alami menurun seiring bertambahnya usia.
Badan penelitian baru ini mengevaluasi apakah tidak banyak bergerak di usia paruh baya bisa mempercepat laju penurunan kognitif. Ini berdasarkan evaluasi pada data yang dilaporkan sendiri tentang kebiasaan menonton televisi.
Tanggapan dibagi menjadi beberapa kelompok, yakni menonton televisi intensitas rendah artinya jarang atau tidak pernah menonton televisi, intensitas sedang artinya kadang-kadang, dan intensitas tinggi artinya sangat sering. Dua penelitian berbeda dilakukan pada hal ini, satu temuan memperlihatkan bahwa menonton televisi dengan intensitas sedang justru menurunkan risiko kognitif selama 15 tahun ke depan. Namun, sering menonton televisi juga tidak dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia.
Studi kedua, yang mencakup data pemindaian otak MRI, menghubungkan antara menonton televisi intensitas sedang dan intensitas sering, dengan pengurangan volume materi abu-abu lebih dari satu dekade kemudian. Dampaknya terutama terlihat pada orang yang secara konsisten melaporkan intensitas menonton mereka selama bertahun-tahun, dibandingkan dengan orang yang jarang menonton televisi.
Hubungan antara kebiasaan menonton televisi dan kesehatan otak di kemudian hari, bukan hanya karena sifat televisi yang tidak banyak bergerak. Namun, para peneliti mencatat bahwa aktivitas menetap lainnya juga bisa merangsang pikiran.
Namun, sesuatu hal lainnya yang tidak perlu banyak bergerak dan sering dilakukan, seperti bermain catur, tidak terkait dengan risiko demensia yang lebih besar. Penulis utama salah satu studi, Ryan Dougherty menjelaskan, dalam konteks kesehatan kognitif dan otak, tidak semua perilaku menetap itu sama.
Aktivitas menetap yang tidak menstimulasi, seperti menonton televisi, dikaitkan dengan risiko yang lebih besar untuk mengembangkan gangguan kognitif. Sedangkan aktivitas menetap yang merangsang secara kognitif misalnya, membaca, bermain komputer dan papan, dikaitkan dengan kognisi yang dipertahankan dan kemungkinan berkurangnya demensia.
“Mempertimbangkan perbedaan kontekstual dalam berbagai perilaku menetap ini sangat penting, saat menyelidiki kesehatan kognitif dan otak,” ungkap Dougherty dalam keterangannya.