REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus Corona adalah penyakit liar yang tidak bisa diprediksi, yang bisa membuat pengidapnya memiliki keadaan yang cukup menakutkan. Hal itu bisa muncul tanpa gejala, atau membuat seseorang harus dirawat di rumah sakit.
Bahkan jika kita telah sembuh, bagi beberapa penyintas Covid, virus tetap hidup dengan cara yang mengganggu. Dikenal dalam bahasa sehari-hari sebagai ‘long covid’, kondisi yang dikenal sebagai gejala sisa pasca-infeksi akut SARS-CoV-2 (PASC) telah banyak dibahas selama setahun terakhir.
Pembahasan dilakukan karena beberapa dari mereka yang terinfeksi, mengalami gejala virus korona jangka panjang yang tidak kunjung pergi. Sekarang, penelitian baru telah menemukan bahwa sejumlah besar penyintas Covid mengalami satu gejala jangka panjang.
Sekitar satu dari empat orang penyintas Covid, mengalami gangguan tidur setelah sembuh. Dalam meta-analisis baru, yang diterbitkan dalam versi cetakan 4 Mei di medRxiv, tim peneliti internasional menganalisis data dari 51 penelitian yang diterbitkan antara Januari 2020 dan Februari 2021, dimana rata-rata lama tindak lanjut Covid adalah 77 hari setelah infeksi.
Hampir 19 ribu orang dilibatkan secara kolektif dalam penelitian itu. Apa yang ditemukan para peneliti adalah bahwa gejala neuropsikiatri jangka panjang yang paling umum adalah gangguan tidur, dengan 27,4 persen (sekitar satu dari empat penyintas Covid) mengalaminya berbulan-bulan setelah mereka terinfeksi virus.
Infeksi Covid juga sering menyebabkan gejala jangka panjang serupa lainnya, seperti kabut otak dan kecemasan. Menurut temuan mereka, gejala neuropsikiatri paling umum kedua setelah gangguan tidur adalah kelelahan, dengan 24,4 persen pasien melaporkannya.
Data juga menunjukkan 20,2 persen mengalami gangguan kognitif (brain fog), lalu 19,1 persen mengalami kecemasan, dan 15,7 persen mengalami stres pascatrauma sebagai gejala long covid.
Gejala neurologis lain seperti kehilangan rasa, sakit kepala, gangguan sensorimotor, dan pusing / vertigo, lebih jarang ditemukan tetapi masih hadir dalam jumlah yang tidak bisa disepelekan juga. Kita bisa mengalami gejala neuropsikiatri meskipun kasus Covid kita ringan.
Karena gejala neuropsikiatri jangka panjang ini, tampaknya tidak didasarkan pada tingkat keparahan infeksi Covid kita. Faktanya, para peneliti tidak menemukan perbedaan dalam gejala neuropsikiatri yang dilaporkan oleh pasien yang dirawat di rumah sakit dengan yang tidak dirawat di rumah sakit. Mereka juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan dalam prevalensi gejala neuropsikiatri untuk pasien rawat inap ICU, dibandingkan dengan mereka yang tidak.