REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli virus Universitas Udayana Bali, Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika, mengharapkan, bila terjadi mutasi virus SARS-CoV-2 di Indonesia tidak mengarah ke virus yang lebih ganas. Sebab, pada dasarnya mutasi pasti akan terjadi pada virus.
"Peluangnya ada dua, menjadi ganas dan tidak ganas. Harapan saya virus itu bermutasi menjadi tidak ganas jangan sebaliknya," ujar I Gusti Ngurah Kade Mahardika dalam dialog bertema "Belajar dari India, Tingkatkan Kepatuhan Protokol Kesehatan Sekarang Juga" yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (29/4).
Saat ini, ia menyampaikan mutasi virus SARS-CoV-2 di India juga terdapat di 11 negara lainnya di dunia. Melihat hal itu masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
"Pertama adalah kerumunan masa harus dihindari, kedua pemerintah segera mempercepat coverage vaksinasinya sehingga pandemi segera berlalu," ucapnya.
Tingginya kasus di India, menurut dia, tidak hanya dikontribusi oleh adanya mutasi virus, melainkan adanya kerumunan masyarakat dan abai terhadap protokol kesehatan. "Mutasi virus memang kemungkinan berkontribusi terhadap tsunami COVID-19 di India. Tapi ada faktor lain, yakni kerumunan sosial seperti upacara agama dan kampanye politik," kata I Gusti Ngurah Kade Mahardika.
Ia menambahkan, faktor lainnya yang memicu tsunami COVID-19 di India yakni euforia vaksinasi yang masih terlalu dini. "Mudah-mudahan tidak terjadi di Indonesia karena vaksinasi di Indonesia masih sekitar 2,5 persen. Jadi jangan ada euforia vaksin," ucapnya.
Ia mengingatkan jika masyarakat abai terhadap protokol kesehatan maka dapat membuka potensi kenaikan kasus aktif dan akhirnya akan diikuti dengan angka kematian. Ketika ada kenaikan kasus maka akan diikuti letupan angka kematian.
"Persis seperti yang terjadi di India saat ini," katanya.