Jumat 16 Apr 2021 10:55 WIB

Pengalaman Lima Kali Menonton Bioskop Kala Pandemi

Perilaku menonton kembali seperti sebelum pandemi meski diterapkan prokes maksimal

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah penonton duduk menjaga jarak di dalam studio pada hari pertama pembukaan kembali bioskop Cinepolis Cinemas, di Mal Living World, Kota Pekanbaru, Riau. Perilaku menonton kembali seperti sebelum pandemi meski diterapkan prokes maksimal
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah penonton duduk menjaga jarak di dalam studio pada hari pertama pembukaan kembali bioskop Cinepolis Cinemas, di Mal Living World, Kota Pekanbaru, Riau. Perilaku menonton kembali seperti sebelum pandemi meski diterapkan prokes maksimal

REPUBLIKA.CO.ID, Shelbi Asrianti/Wartawan Republika

Ada kekhawatiran yang tebersit ketika akan menonton film di bioskop selama masa pandemi. Bayangan duduk sekitar dua jam di ruangan tertutup berpendingin bersama banyak orang, cukup membuat jeri mengenai kemungkinan penularan virus.

Jadi, sambil sedikit waswas saya berangkat juga ke bioskop XXI di mal St Moritz XXI di Lippo Mall Puri, Jakarta Barat. Kala itu 15 Desember 2020, saya diundang hadir ke acara pemutaran film terbatas Wonder Woman 1984 sebelum sinema dirilis.

Memasuki area bioskop, suasana sangat lengang. Jauh berbeda dengan masa normal di mana antrean mengular, aroma pop corn tercium kental di udara, pengunjung duduk-duduk di kursi tunggu sebelum suara merdu Maria Oentoe menginformasikan pintu teater telah dibuka.

Saat itu, penanda-penanda khas tersebut tak ada. Barangkali karena belum banyak yang berani ke bioskop, meski XXI sudah membuka kembali sebagian bioskopnya di Jakarta sejak November 2020. Penerapan protokol telah terlihat jelas sejak pintu masuk area XXI.

Petugas yang mengenakan masker, pelindung wajah, dan sarung tangan mengecek suhu tubuh. Ada tanda floor marking di mana-mana untuk mengingatkan menjaga jarak. Memasuki studio, kelengangan masih ada, alih-alih riuh seperti biasanya.

Dengan cara hitung cepat saya mendapati studio tersebut berkapasitas 170 orang, tetapi kursi yang terisi hanya sekitar 30. Penonton lainnya, baik media maupun undangan, sepertinya juga waswas sehingga tak banyak yang mengobrol riang.

Saya duduk nyaman di kursi deretan atas. Saya letakkan jaket dan tas di bangku kiri-kanan yang kosong, mengingat di satu barisan ini hanya ada tiga orang lain, duduk berjauhan. Pada masa normal, saya harus menjejalkan barang bawaan di kursi atau bawah kaki. 

Baca juga : Transaksi Tunai dan ATM Perlahan akan Ditinggalkan Konsumen

Di depan, pengundang mewanti-wanti agar kami sama sekali tidak membuka masker. Jika ingin membuka masker untuk kepentingan apa pun, diminta keluar studio terlebih dahulu. Tidak ada satu pun penonton yang terlihat ingin melanggar aturan itu.

Akan tetapi, berbeda orang, beda pula etikanya. Saat berkesempatan ke bioskop lagi sebanyak empat kali sejak Januari hingga April 2021, beragam kondisi juga saya jumpai. Penonton sepertinya merasa jauh lebih nyaman, dan menipis pula sikap toleransinya.

Saat menonton film animasi Demon Slayer di Epicentrum XXI, Jakarta Selatan, pada 4 Januari 2021, area luar bioskop sudah tampak seperti masa-masa normal. Para cosplayer berjubel memamerkan kostum, banyak orang di kursi tunggu, tetap duduk berjarak.

Di dalam studio, ada saja penonton yang telat masuk, atau keluar masuk studio untuk ke toilet. Saya yang kali ini mendapat kursi di pojok mendekati bagian bawah studio harus memusatkan fokus ke layar besar agar tidak terhalang orang yang kadang lalu-lalang.

Begitu pun sewaktu akan menonton Stand by Me Doraemon 2 di CGV Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Februari 2021. Tidak sedikit penonton yang membuka ponselnya, meski tidak bicara melalui telepon, tapi semburat cahayanya cukup mengganggu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement