REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merujuk dat Global Cancer Observatory, pada tahun 2020 tingkat insiden kanker payudara di Indonesia mencapai 44 kejadian per 100 ribu penduduk. Angka tersebut naik dibandingkan tahun 2018 yang tercatat 42,1 per 100.000 penduduk.
Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terjadi peningkatan kasus kejadian kanker payudara di Indonesia.
Saat ini, target pengobatan kanker payudara tidak semata bertujuan menghilangkan kanker, tapi juga memberikan kualitas hidup yang baik bagi penyintas. Onkoplasti atau rekonstruksi payudara merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh bagi seorang penyintas untuk kembali mendapatkan rasa percaya diri yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas hidup.
“Jika pasien pascapengobatan ingin tetap memiliki payudara, maka perlu adanya perencanaan yang matang agar dokter dapat memberikan hasil yang optimal, baik dari aspek onkologi maupun estetika,” kata Dokter Spesialis Bedah Onkologi Konsultan RS Metropolitan Medical Center (MMC) Jakarta, dr. Farida Briani Sobri, Sp.B(K)Onk, Kamis (4/3).
Menurut dia, rekonstruksi payudara kini bukan lagi dianggap sebagai tindakan yang terbatas pada estetika atau kosmetik, melainkan bagian dari standard guidelines penanganan kanker payudara yang benar dan termasuk dalam ranah terapi kanker payudara. Bahkan, kata Farida, undang-undang di negara maju seperti Amerika Serikat sudah mewajibkan asuransi untuk menanggung rekonstruksi pascaoperasi pengangkatan payudara.
“Mengapa ini penting? Karena dengan menjalani operasi onkoplasti atau rekonstruksi, seorang penyintas kanker yang masih berharap memiliki payudara akan merasa kualitas hidupnya terjaga. Begitu juga dengan kepercayaan dirinya dan hubungan dengan pasangan hidupnya,” kata Farida.
Selain itu, kata dia, penelitian membuktikan penyintas yang memiliki kualitas hidup baik dan merasa bahagia akan memiliki angka ketahanan hidup yang lebih panjang daripada penyintas yang sebaliknya.
Menurut dia, hal itu seperti yang dilakukan oleh tim dokter di RS MMC.
Di samping itu, teknik onkoplasti atau rekonstruksi juga dapat diterapkan selain pada operasi payudara. “Misalnya seperti di RS MMC, tim dokter di sini sudah mampu melakukan penanganan terhadap limfedema lengan yang diakibatkan oleh operasi kanker payudara (ataupun operasi lain) sebelumnya. Dengan teknik bedah supermikro lymph-vein anastomosis (LVA), pasien-pasien limfedema akan merasakan perbaikan yang signifikan. Saat ini LVA bahkan juga dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan sehingga pasien tidak perlu menderita karena bengkak lengan,” kata dia.
Pernyataan tersebut didukung oleh dr. Dewi Aisiyah Mukarramah, Sp.BP-RE(K). Menurutnya, prosedur rekonstruksi payudara merupakan solusi untuk mengembalikan bentuk payudara mendekati normal dan merupakan hal yang penting karena dapat menjaga kualitas hidup pasien.
“Selain itu, pasien yang menjalani rekonstruksi payudara memiliki morbiditas psikologis lebih kecil dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalaninya,” ujarnya.
Biasanya, tindakan onkoplasti atau rekonstruksi payudara dapat dilakukan oleh dokter spesialis bedah onkologi sendiri maupun berkolaborasi dengan dokter spesialis bedah plastik atau spesialis lain yang diperlukan dalam upaya mencapai hasil terbaik.