Senin 08 Feb 2021 07:54 WIB

Bangun Tidur tak Segar Saat Pandemi? Mungkin Ini Penyebabnya

Inersia tidur biasanya terjadi karena tidur pada waktu yang tidak sesuai.

Rep: Adysha Citra R/ Red: Friska Yolandha
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pola tidur.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pola tidur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak perubahan dalam kehidupan sehari-hari. Beragam kegiatan yang semula sering dilakukan di luar, kini lebih banyak dilakukan dari dalam rumah.

Kondisi ini dapat berdampak signifikan bagi kondisi psikis seseorang. Sebagian mungkin merasa lebih mudah lesu dan lelah meski baru bangun di pagi hari.

"Istilah medis untuk kelelahan ini adalah inersia tidur," ujar psikiater konsultan dari Priory Hospital Roehampton Dr Natasha Bijlani, seperti dilansir The Independent, Ahad (7/2).

Perasaan seperti ini muncul ketika seseorang berada di antara fase tidur dan terbangun penuh. Seseorang yang terdampak oleh inersia tidur akan merasa mudah mengantuk, sulit berpikir jernih, dan juga bisa mengalami disorientasi dan ceroboh untuk sesaat setelah bangun tidur.

Profesor ilmu saraf dan psikologi dari University of California Matthew Walker mengatakan inersia tidur mulai terjadi ketiak kantuk masih tertinggal di otak. Dalam kondisi ini, seseorang tak bisa langsung merasa segar dan mulai berktivitas dengan lancar.

"Butuh waktu untuk pemanasan," jelas Walker yang menganalogikan kondisi ini seperti seseorang sedang menyalakan mobil tua.

Ada beragam hal yang dapat menyebabkan terjadinya inersia tidur. Sebagian di antaranya adalah tidur pada waktu yang tidak sesuai dengan kronotipe atau jam biologis tubuh, tidak mendapatkan durasi tidur yang cukup, kualitas tidur kurang baik, atau mengidap masalah tidur seperti apnea tidur.

Kondisi seperti ini memang bisa terjadi di luar situasi pandemi dan lockdown atau pembatasan aktivitas. Akan tetapi, keluhan inersia tidur tampak cukup meningkat di masa pandemi.

Profesor Colin Espie dari Sleep Medicine di University of Oxford mengatakan salah satu alasannya mungkin karena adanya penurunan paparan sinar matahari pagi yang alami. Ketika seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam rumah, sulit bagi dia untuk mendapatkan paparan sinar matahari.

Di masa pandemi, kondisi ini dapat disiasati dengan melakukan aktivitas sederhana di luar rumah dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan. Misalnya berolahraga di halaman rumah atau berbelanja kebutuhan sehari-hari ke swalayan.

"(Matahari) merupakan sinyal biologis utama untuk kesiapsiagaan," pungkas Profesor Espie.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement