Senin 12 May 2025 16:08 WIB

Tidur Cukup Bikin Otak Remaja Lebih Encer? Simak Hasil Penelitiannya

Peneliti menduga kebiasaan tidur sehat akan berdampak positif pada kemampuan otak.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Remaja bangun pada pagi hari aetelah tidur cukup (ilustrasi).
Foto: Republika/Mardiah
Remaja bangun pada pagi hari aetelah tidur cukup (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Remaja yang tidur lebih awal dan memiliki durasi tidur lebih lama dibandingkan teman sebayanya cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi dan nilai lebih baik dalam tes kecerdasan. Demikian menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Cell Reports.

Penelitian terhadap lebih dari 3.000 remaja menunjukkan bahwa mereka yang tidur paling awal, paling lama, dan memiliki detak jantung terendah saat tidur, unggul dalam tes membaca, kosakata, pemecahan masalah, dan uji kognisi lainnya. Para peneliti menduga kebiasaan tidur yang sehat akan berdampak positif pada kemampuan otak. Namun, mereka terkejut bahwa bahkan perubahan kecil dalam pola tidur ternyata memberikan pengaruh yang signifikan.

Baca Juga

"Kami percaya bahwa tidur mendorong kemampuan kognitif yang lebih baik, karena saat tidur otak kita mengonsolidasikan memori," kata salah satu peneliti sekaligus profesor neuropsikologi klinis di Universitas Cambridge, Barbara Sahakian, seperti dilansir laman The Guardian pada Senin (12/5/2025).

Selama ini, tidur malam yang cukup memang telah dikaitkan dengan performa mental yang lebih baik. Akan tetapi, para peneliti masih terus meneliti apa yang sebenarnya terjadi pada masa remaja, ketika perkembangan otak yang krusial bersamaan dengan perubahan pola tidur seperti kecenderungan tidur lebih larut dan berkurangnya durasi tidur secara keseluruhan.

Tim Sahakian dan peneliti di Universitas Fudan Shanghai menganalisis data dari 3.222 remaja yang terlibat dalam studi Adolescent Brain Cognitive Developoment yang merupakan penelitian jangka panjang terbesar terhadap perkembangan otak dan kesehatan anak-anak di AS. Para peserta menjalani pemindaian otak, tes kognitif, dan melacak tidur mereka menggunakan Fitbits.

Menariknya, bahkan remaja dengan kebiasaan tidur terbaik pun tetap tidur lebih sedikit daripada yang direkomendasikan para ahli, demikian temuan studi tersebut. Menurut American Academy of Sleep Medicine, remaja berusia 13 hingga 18 tahun harus tidur selama delapan hingga 10 jam per malam.

Para remaja dalam studi ini terbagi dalam tiga kelompok berbeda. Kelompok pertama, sekitar 39 persen, tidur paling lambat dan bangun paling awal, tidur rata-rata tujuh jam dan 10 menit per malam. Kelompok kedua, sekitar 24 persen, tidur selama rata-rata tujuh jam dan 21 menit. Kelompok ketiga, sekitar 37 persen, tidur paling awal, tidur paling lama, dan memiliki detak jantung tidur terendah. Mereka tidur sekitar tujuh jam dan 25 menit.

Meskipun tidak ada perbedaan yang berarti dalam pencapaian akademik dari berbagai kelompok, mereka yang berada di kelompok tiga memperoleh skor tertinggi pada tes kognitif, diikuti oleh kelompok dua, dan kelompok satu memperoleh skor terburuk. Pemindaian otak menunjukkan bahwa mereka yang berada di kelompok tiga memiliki volume otak terbesar dan fungsi otak terbaik.

“Sangat mengejutkan, perbedaan kecil dalam tidur memiliki dampak besar. Ini menunjukkan bahwa perbedaan kecil dalam jumlah tidur bertambah seiring waktu dan menghasilkan perbedaan besar dalam hasil,” kata Sahakian.

Bagi remaja yang ingin meningkatkan kualitas tidur dan meningkatkan keterampilan mental, Sahakian merekomendasikan untuk rutin berolahraga agar lebih mudah tidur, dan tidak menggunakan ponsel atau komputer larut malam. Pakar tidur dari Universitas Oxford, Colin Espie, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan performa otak manusia sangat bergantung pada kualitas tidur, terutama di masa remaja saat otak sedang berkembang pesat.

"Seperti yang ditunjukkan penelitian ini, tertidur larut malam dan kurang tidur jadi sebuah masalah. Masalah ini makin parah saat remaja harus bangun pagi untuk pergi ke sekolah, dan mencoba menebus tidur di akhir pekan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai jet lag sosial,” kata dia. Espie menyarankan agar masyarakat mulai memberikan perhatian lebih pada pentingnya tidur, misalnya dengan memasukkan edukasi tentang kesehatan tidur dalam kurikulum pendidikan sosial di sekolah menengah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement