REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kanker serviks masih menjadi kekhawatiran bagi sebagian orang, khususnya perempuan. Di masa pandemi, kanker juga meningkatkan risiko kematian bagi yang terinfeksi Covid-19.
Dr Widyorini Lestari Hutami Hanafi, Sp.OG (K) Onk, Spesialis Ginekologi Onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais mengatakan, prevalensi kanker serviks menjadi penyakit penyebab kematian nomor dua di Asia dan keempat di dunia. Jadi, angka kejadian kanker ini sebenarnya sangat tinggi.
“Cara penularannya memang melalui hubungan seksual, tapi jangan jadi penyakit menular seksual. Dengan partner single pun bisa terinfeksi HPV (virus penyebab kanker serviks),” kata Widyorini dalam Webinar “Lindungi Diri dan Orang Terkasih dari Kanker Serviks”, belum lama ini.
Dia melanjutkan memang ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko, seperti berganti-gantii pasangan, menikah usia muda, melahirkan banyak anak. Akan tetapi dengan satu pasangan pun tetap bisa terinfeksi HPV.
Gejala umum yang biasanya ditemukan, seperti keputihan, pendarahan di luar siklus haid, nyeri pinggul menjalar ke kaki, sulit kencing. Akan tetapi sering terjadi pemeriksaan yang menunjukan kanker sudah stadium lanjut karena pada awalnya tidak bergejala.
Perlu pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer yaitu dengan vaksin. Kedua, deteksi dini atau skrining.“Di awal gejala boleh tidak timbul, tapi saat timbul sudah stadium lanjut. Jadi pemeriksaan rutin sangat penting minimal setahun sekali atau metode baru deteksi HPV negatif diperbolehkan skrining tiga tahun sekali,” tambahnya.
Sedangkan jika tidak dilakukan tes HPV, berarti setahun sekali IVA Test/Pap smear. Walaupun tes lebih mahal, tapi efektivitas biaya sebenarnya lebih turun karena nantinya bisa tiga tahun sekali.
Anjuran deteksi dini dan vaksinasi HPV juga sejalan dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang baru-baru ini mengumumkan strategi global untuk mempercepat penghentian kanker serviks. Strategi tersebut mengikuti seruan untuk bertindak pada tahun 2018 untuk mengakhiri kanker yang dapat dicegah.
Pada tahun 2030, strategi tersebut bertujuan untuk menjangkau 90 persen cakupan vaksinasi HPV, cakupan skrining 70 persen dan akses ke perawatan terkait 90 persen di semua negara.