Jumat 06 Nov 2020 15:45 WIB

Ini Kata Psikolog Agar tak Salah Kembangkan Bakat Anak

Tak sedikit orang tua yang melakukan kesalahan dalam kembangkan bakat anak.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Nora Azizah
Tak sedikit orang tua yang melakukan kesalahan dalam kembangkan bakat anak (Foto: ilustrasi)
Foto: Piqsels
Tak sedikit orang tua yang melakukan kesalahan dalam kembangkan bakat anak (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bakat pada anak memang perlu disalurkan dengan cara yang benar. Namun, dalam prosesnya, tak sedikit orang tua yang melakukan kesalahan dalam mengembangkan minat dan bakat anak-anaknya.

Psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana, menjelaskan, ada beberapa hal yang sering menjadi kesalahan orang tua saat mengembangkan minat dan bakat anak. Biasanya, orang tua cenderung oemiliki kekhawatiran mengenai masa depan anak bila mereka mulai serius mengubah hobinya menjadi profesi.

Baca Juga

“Dari awal ketika mengamati anak, misalnya anak suka main bola. Pikiran-pikiran orang tua zaman dulu itu seputar nanti kalau jadi pemain bola makan apa ya. Di situ udah dimatikan duluan,” ungkap Vera dalam konferensi pers 'Biskuat Academy 2020' secara virtual, Kamis (5/11).

Vera mengatakan, orang tua harus memiliki pikiran yang lebih terbuka mengenai segala kemungkinan yang bisa digeluti anak. Artinya, orang tua harus menambah wawasan mengenai kegiatan-kegiatan yang bisa dicoba anak.

Kesalahan berikutnya adalah orang tua kerap memaksakan kehendak. Ayah dan ibu terkadang suka memaksakan keinginan mereka yang diaplikasikan ke anak.

“Ini menjadi agak rancu antara keinginan orang tua secara pribadi dari si ayah atau si ibu,”  jelas dia.

Kesalahan lainnys adalah orang tua terlalu terburu-buru menentukan kegemaran anaknya. Misalnya, seorang ayah yang terlalu terburu-buru memasukkan anaknya ke sekolah sepak bola saat melihat anaknya bermain bola baru sebentar saja.

Hal yang sama ketika orang tua melihat anak pandai menggambar, lalu orang tua langsung memasukkan anak untuk melakukan les menggambar. Padahal, anak saat itu masih melakukan eksplorasi terhadap kegiatan yang bisa dianggap baru bagi anak.

“Jadi nanti dulu, kita lihat seberapa konsisten dia untuk menunjukkan bahwa dia memang suka dengan hal itu,” ungkap Vera.

Kesalahan berikutnya adalah orang tua terlalu banyak memberikan tekanan kepada anaknya. Terkadang pula, ditemukan orang tua yang lebih emosi saat melihat anaknya kalah berkompetisi.

Padahal, anak cenderung santai dan tak masalah. Hal ini cukup memberikan traumatis kepada anaknya sendiri.

“Anak itu terkadang menggeluti sesuatu karena senang. Begitu misalnya sudah terlalu banyak diatur, terlalu banyak dinilai, dikritik, maka kesenangannya pun hilang yang berimbas anak bisa berhenti berkegiatan,” jelas Vera.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement