REPUBLIKA.CO.ID, TURKU -- Ketika hal-hal menakutkan terjadi di dunia nyata, seseorang terkadang melarikan diri dengan cara menyimak hiburan yang mencerminkan atau membantu mengatasi rasa takut. Buktinya, banyak penikmat film menyimak tayangan horor dan thriller di era pandemi.
Merebaknya pandemi Covid-19 bahkan memicu kemunculan fenomena "Quar-Horror". Para sineas menggarap film dengan subgenre horor-karantina, penuh dengan ketakutan mencekam yang membenamkan masyarakat dunia selama periode yang masih berlangsung ini.
Sebenarnya, apa daya tarik tayangan horor ketika kehidupan sudah terasa seram? Studi yang dilakukan tim dari Universitas Turku di Finlandia mencermati bagaimana penikmat film memproses ketakutan saat menonton 100 film horor terbaik dan paling menakutkan.
Para peneliti melihat pemindaian MRI otak peserta penelitian. Hasilnya, menyimak tayangan horor bisa membantu seseorang meredakan ketegangan yang terpendam. Tayangan penuh adegan menyeramkan justru memberikan perasaan lega sementara.
Matthew Hudson, dosen di Kampus Nasional Irlandia, Dublin, menjelaskan bahwa fungsi film horor adalah membuat perasaan takut dan kecemasan menjadi konkret. Menonton film horor membuat kekhawatiran jadi nyata, kemudian terjadi pelepasan emosional.
Menurut dia, kunci untuk memahami kecemasan dan ketakutan adalah ketidakpastian. Selama masa ketidakpastian, kecenderungan untuk khawatir dan mencoba menyelesaikan masalah adalah sistem perlindungan alami.
Orang yang merasa khawatir, malah lebih mungkin untuk bertahan hidup daripada mereka yang tidak. Pasalnya, otak memproses rasa takut dan seseorang mengalami peningkatan indra. Kondisi itu disebut sebagai "keadaan siap", mode bertarung-atau-lari.
Selama masa karantina mandiri, menonton film horor atau tayangan tentang pandemi memberi kesempatan untuk terikat dengan orang lain dalam ketakutan, baik secara langsung maupun virtual. Kesadaran itu menciptakan rasa kebersamaan dan ikatan
"Oleh karena itu, kita mungkin menonton film horor untuk merasa lebih dekat dengan orang lain, atau merasa lebih dekat dengan siapa saja yang terlibat secara daring atau jarak jauh untuk membicarakan film tersebut," kata Hudson.
Pakar neuropsikologi Sanam Hafeez menambahkan pula bahwa menyimak film horor bisa menerbitkan kegembiraan tertentu. Ada kegembiraan terkait hal yang belum diketahui, dan film horor mengungkap kegembiraan itu dengan cara yang 'aman'.
Penonton dapat merasakan sensasi kengerian dari perspektif simulasi. Ini hampir seperti melatih keterampilan ketika berada dalam situasi yang sama, membantu bersiap untuk ketakutan yang tidak diketahui itu dari sofa yang nyaman.
Dengan sadar, penonton memahami bahwa ketika film selesai, dia bisa kembali ke kehidupan nyata. Dengan pandemi dan kejadian lain terjadi seperti film horor, penonton dapat dengan leluasa melatih keterampilan bertahan hidup dan berharap untuk selamat.
Hafeez yang merupakan staf di Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat, juga menyampaikan bahwa pandemi memungkinkan untuk memproses film horor dan thriller dari perspektif yang lebih realistis. Tidak ada lagi pertanyaan "bagaimana jika?".
Berbagai cerita menyedihkan dan mengerikan dari negara seperti Italia, bisa saja dibayangkan seperti film. Menurut Hafeez, kelegaan terhindar secara fisik dari kengerian dalam film mirip dengan seseorang yang melihat kecelakaan dahsyat di jalan raya.
"Kita akan berpikir 'wow, itu mengerikan, tapi untungnya itu bukan saya'. Kemudian kita semua mengemudi sedikit lebih lambat dan lebih aman, meski hanya untuk beberapa menit," tuturnya, dikutip dari laman Today, Jumat (21/8).