REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Kematian aktor muda India, Sushant Singh Rajput, memicu perdebatan mengenai nepotisme Bollywood. Banyak pihak mengkritisi hak istimewa yang dimiliki para elite Bollywood dan kesenjangan dalam industri film tersebut.
Kepolisian Mumbai masih menyelidiki motif Rajput mengakhiri hidupnya pada 14 Juni 2020. Seiring dengan proses itu, adu argumen sengit bermunculan di media sosial, salah satunya menyoal kondisi studio produksi yang dikelola keluarga.
Dengan kepemilikan itu, anak-anak atau keluarga para bintang bisa dengan mudah melakukan debut berperan dalam film. Sementara, "orang luar" yang berbakat berpotensi besar tertolak untuk mendapat kesempatan yang sama.
Mendiang Rajput adalah mahasiswa teknik yang tumbuh di negara bagian utara Bihar. Dia termasuk salah satu "orang luar" yang berhasil masuk ke Bollywood, memiliki karier akting yang sukses namun teramat singkat.
Pada unggahan Instagram tahun lalu, dia pernah meminta penggemar untuk menonton filmnya supaya sinema bisa bertahan di Bollywood. Sejumlah pihak menduga konflik di industri yang membuat Rajput menjadi tertekan.
Aktris Kangana Ranaut turut berkomentar mengenai hal tersebut. Perempuan 33 tahun pemenang National Film Awards itu cukup vokal lewat media sosial, menuding para pemilik studio Bollywood tidak memberikan dukungan kepada Rajput.
"Mafia film tidak hanya menghalanginya (Rajput), tapi saya juga bisa memberi tahu Anda bagaimana pikirannya secara sistematis dibongkar, sedikit demi sedikit," kata Ranaut dalam sebuah video Instagram, seperti dikutip dari AP.
Banyak orang ikut melampiaskan kemarahan secara daring, menuntut penyelidikan federal atas kematian Rajput. Hiruk-pikuk tuntutan menyoroti ketidakmerataan dalam struktur kekuasaan dan budaya salah satu institusi penting India tersebut.
Sejak lama, jutaan aktor berkutat di kota impian Mumbai, tetapi tidak banyak yang menjadi besar di Bollywood. Setelah audisi dan kompetisi yang tak ada habisnya, sebagian besar pemimpi harus puas dengan tawaran apapun yang datang.
Satu dekade terakhir, banyak hal mulai berubah. Tidak semua film beranggaran besar menampilkan aktor terkenal. Para sineas zaman baru mencari dana untuk menceritakan kisah kontemporer, menampilkan aktor dan aktris dari kota kecil.
Pada jantung perdebatan, ada dua aspek penentu, uang dan keuntungan yang menjadi bahan bakar penggerak mesin pembuat film. Sutradara Sonam Nair mengatakan, ini tentang perdagangan dan jangkauan film, bukan preferensi atau agenda pribadi.
"Di Hollywood, kami juga melihat para aktor melekatkan diri mereka pada waralaba blockbuster yang dibuat oleh studio yang lebih besar, sehingga mereka dapat menjangkau khalayak yang jauh lebih besar daripada yang seharusnya," ujar Nair.
Menurut dia, kematian Rajput membuat percakapan terpolarisasi. Dalam pandangan Nair, fokus utamanya justru tentang kesehatan mental dan tekanan di bisnis film yang kejam, alih-alih permainan saling menyalahkan yang kini terjadi.
Bagaimanapun, perbincangan kian memanas setelah perilisan film terakhir Rajput, Dil Bechara, yang tayang di platform streaming Disney dan Hotstar. Kehadirannya sekitar enam pekan sejak sang aktor ditemukan tewas.
Sinema berbahasa Hindi arahan sutradara Mukesh Chhabra itu adalah garapan ulang dari The Fault in Our Stars. Film Hollywood yang menjadi rujukan tayang pada 2014 silam, berdasarkan buku laris ciptaan John Green.
Belum pernah perilisan film Bollywood sarat dengan tragedi dan kesedihan. "Kami akan mencintai dan merayakanmu, temanku. Saya masih dapat membayangkan senyum indah Anda yang memberkati kami dari atas," kata sutradara Chhabra via Twitter.
Penulis Shubhra Krishan mengatakan sulit untuk memercayai bahwa Rajput menyembunyikan begitu banyak rasa sakit di balik senyum menyenangkan dalam film. Sementara, kritikus film Anupama Chopra memutuskan tidak membuat ulasan mengenai Dil Bechara.