Sabtu 15 Feb 2020 22:42 WIB

Studi: Ada Manfaat Kesehatan Baru dari Ekstrak Teh Hijau

Para peneliti mengungkap manfaat kesehatan baru dari ekstrak teh hijau.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Para peneliti mengungkap manfaat kesehatan baru dari ekstrak teh hijau (Foto: ilustrasi teh hijau)
Foto: Needpix
Para peneliti mengungkap manfaat kesehatan baru dari ekstrak teh hijau (Foto: ilustrasi teh hijau)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti mengungkap manfaat kesehatan baru dari ekstrak teh hijau. Efek baiknya adalah membantu mengatasi penyakit perlemakan hati non alkohol yang lebih dikenal dengan istilah non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD).

Masalah kesehatan ini belum memiliki pilihan pengobatan tunggal. Apabila kondisinya dibiarkan, penyakit bisa memicu kerusakan hati, sehingga penting untuk mengatasi penyebab awal yang mendasari timbulnya penyakit tersebut.

Baca Juga

Faktor utama penyakit perlemakan hati non alkohol adalah obesitas. Kabar baiknya, obesitas dapat dicegah dan ditekan dengan menggabungkan jadwal olahraga secara rutin dan memberikan asupan ekstrak teh hijau untuk pasien.

Studi baru oleh peneliti dari Universitas Negeri Pennsylvania mengungkap manfaat ekstrak teh hijau untuk membantu mengatasi perlemakan hati nonalkohol terkait obesitas. Penelitian melibatkan tikus yang diberi makan makanan tinggi lemak untuk memicu penyakit.

Tikus-tikus itu lantas dijadwalkan berolahraga dengan berjalan di atas roda sekaligus mengasup ekstrak teh hijau sebagai bagian dari makanan. Ada pula tikus yang hanya berolahraga atau hanya mengonsumisekstrak teh hijau saja.

Hasilnya, tikus yang diberi ekstrak sekaligus olahraga menunjukkan ekspresi gen yang lebih besar terkait dengan pembentukan mitokondria baru. Ekspresi gen itu berhubungan dengan metabolisme energi serta memainkan peran penting dalam pemanfaatan energi.

"Pada tikus yang menjalani terapi kombinasi, kami melihat peningkatan ekspresi gen yang tidak ada sebelum mereka mengonsumsi ekstrak teh hijau dan berolahraga," kata salah satu penulis studi, profesor madya bidang sains pangan Joshua Lambert.

Secara umum, tikus yang mendapat terapi kombinasi mengalami pengurangan keparahan penyakit sebesar 75 persen. Tikus yang menjalani salah satu terapi saja tercatat mengalami pengurangan penyakit sekitar 50 persen.

Lambert mengingatkan bahwa penelitian melibatkan tikus, bukan dengan peserta manusia. Studi lanjutan diperlukan untuk menentukan apakah hasil yang sama terjadi pada manusia serta kemungkinan adanya efek samping, dikutip dari laman Slash Gear, Sabtu (15/2).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement