REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2016 lalu, berita tentang bedak Johnson & Johnson heboh setelah warga AS Jackie Fox meninggal karena kanker ovarium akibat memakai bedak tabur tersebut bertahun-tahun. Selain kasus Fox, 1.200 kasus serupa juga siap disidangkan kala itu.
Namun ternyata kaitan bedak dengan kanker ovarium masih diperdebatkan oleh para ahli. Baru-baru ini, sebuah penelitian besar yang dipimpin pemerintah AS menyatakan bahwa mereka tidak menemukan hubungan antara kanker ovarium dan penggunaan bedak di daerah genital. Makalah ini muncul dalam Journal of American Medical Association (JAMA) dengan melibatkan lebih dari 250.000 wanita.
Makalah JAMA baru, yang dipimpin oleh Katie O'Brien dari Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan, para peneliti mensintesis data dari empat studi besar, yang mencakup data dari seperempat juta wanita dari tahun 1982 hingga 2017.
Studi ini mensurvei peserta setiap atau dua tahun pada beragam pertanyaan terkait kesehatan, termasuk penggunaan bedak. Harapannya dengan meningkatkan jumlah peserta, akan mungkin untuk membedakan efek yang lemah dengan validitas statistik, yang tidak akan terdeteksi pada populasi yang lebih kecil.
Di antara 252.745 perempuan yang diikuti selama rata-rata 11,2 tahun, hanya 2.168 peserta yang mengalami kanker ovarium. Namun, peneliti tidak menemukan hubungan yang signifikan secara statistik ketika membandingkan peserta yang menggunakan bedak tabur dan mereka yang tidak pernah menggunakannya. Juga tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan ketika membandingkan frekuensi atau lama penggunaan.
Tetapi meskipun penelitian ini adalah studi terbesar dari jenisnya dengan waktu tindak lanjut terpanjang, penulis mengatakan ada beberapa keterbatasan. Ini termasuk bahwa dua dari empat set data melewatkan informasi tentang frekuensi dan durasi penggunaan.
Lalu ada juga keterbatasan inheren yang terkait dengan apa yang disebut studi observasi populasi pada umumnya yang bertentangan dengan uji klinis terkontrol untuk obat-obatan,termasuk kegagalan untuk memperhitungkan semua faktor eksternal yang mungkin.
Kevin McConway, seorang profesor emeritus statistik terapan di Universitas Terbuka Inggris menyebutnya bahwa studi ini cukup baik, kompeten, dan hati-hati. "Tetapi studi ini tidak dapat secara pasti mengesampingkan hubungan antara bedak dan kanker sepenuhnya," kata McConway dilansir Malay Mail, Kamis (9/1).
Dia menyimpulkan bahwa apa yang ditetapkan oleh penelitian adalah bahwa risiko terjadinya kanker ovarium memang ada, namun dengan kemungkinan sangat kecil.
"Saya bukan seorang wanita, jadi tidak ada masalah tentang kesehatan saya sendiri dalam hal ini. Tetapi jika saya seorang wanita, ini tidak akan menjadi prioritas utama dalam daftar kekhawatiran saya," ucap McConway.