Jumat 27 Dec 2019 15:46 WIB

Jangan Sepelekan Depresi Postpartum pada Ayah

Depresi di ayah muda adalah masalah yang terlalu sering diabaikan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Indira Rezkisari
Depresi postpartum juga bisa terjadi pada ayah baru, bukan hanya berdampak ke ibu.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Depresi postpartum juga bisa terjadi pada ayah baru, bukan hanya berdampak ke ibu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skrining depresi postpartum atau depresi pascapersalinan terhadap ayah sama pentingnya dengan skrining depresi bagi ibu. Namun selama ini, skrining depresi pascamelahirkan bagi ayah masih sering disepelakan.

Sebuah jurnal Pediatrics menunjukkan bahwa pedoman terbaru dari American Academy of Pediatrics (AAP) dan Satuan Tugas Layanan Pencegahan AS (USPSTF) merekomendasikan agar dokter anak melakukan skiring depresi terhadap ibu pascamelahirkan. Namun pedoman itu sama sekali tidak menyebutkan bahwa skrining depresi postpartum juga penting bagi sang ayah.

Baca Juga

"Depresi di antara para ayah muda adalah masalah yang terlalu sering diabaikan," kata penulis utama Jurnal, Tova Walsh yang juga asisten profesor pekerjaan sosial di University of Wisconsin-Madison seperti dilansir Reuters Health, Jumat (27/12).

"Meskipun banyak ayah muda mengalami gejala depresi, hanya sedikit yang tahu bagaimana mengidentifikasi tanda-tanda depresi atau berbicara tentang perjuangan mereka," jelas Walsh.

 

Menurut Walsh, gejala depresi pada ayah ditahun pertama setelah kelahiran anak dianggap sebagai depresi pascapersalinan ayah. Studi itu memperkirakan ada sekitar 2 persen hingga 25 persen ayah muda mengalaminya. Sayangnya, tidak ada kriteria diagnostik yang jelas untuk ayah yang mengalami postpartum.

"Gejala depresi postpartum seringkali berbeda antara ayah dan ibu. Selain gejala-gejala depresi yang sudah dikenal seperti kesedihan yang terus-menerus, kehilangan minat pada kegiatan yang sebelumnya menyenangkan dan sulit makan dan tidur, pria dapat menutupi gejala mereka dengan melampiaskannya pada pekerjaan atau kegiatan lain," ungkap Walsh.

Ayah dengan depresi pascapersalinan juga lebih kecil kemungkinannya dibandingkan ibu untuk meminta bantuan. Minimnya kesadaran tentang depresi pascamelahirkan juga membuat para ayah lebih sulit mengatasi masalah tersebut.

Karenanya, Walsh merekomendasikan agar dokter anak membantu mengedukasi para orang tua baru tentang depresi pascapersalinan dari pihak ayah. Ia juga menyerukan pengembangan alat skrining yang lebih baik dan menyarankan dokter anak untuk menindaklanjuti dengan rujukan untuk memastikan ayah menerima pengobatan.

Thomas A. Field, asisten profesor psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas Boston yang tidak terlibat dalam jurnal ini juga sepakat tentang perlunya kesadaran yang lebih besar tentang depresi pascamelahirkan para ayah. Menurut dia, depresi yang umum terjadi kepada para ayah muda yaitu terkait kecemasan mereka dalam membesarkan anak mereka.

“Kami berharap artikel ini membantu meningkatkan kesadaran bahwa ayah juga berjuang melawan depresi. Keluarga, teman, penyedia pediatrik dan ayah sendiri memiliki peran penting dalam mengenali gejala dan mendapatkan dukungan," jelas Field.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement