Rabu 11 Dec 2019 02:28 WIB

Peneliti: Kadar BPA dalam Tubuh Manusia Mungkin Amat Tinggi

Zat kimia BPA dapat menganggu fungsi hormon dalam tubuh manusia

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sampah botol plastik bekas air mineral. (ilustrasi).  Bisfenol A (BPA) merupakan zat kimia industri yang bisa ditemukan pada banyak produk, termasuk wadah plastik untuk makanan dan minuman.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Sampah botol plastik bekas air mineral. (ilustrasi). Bisfenol A (BPA) merupakan zat kimia industri yang bisa ditemukan pada banyak produk, termasuk wadah plastik untuk makanan dan minuman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bisfenol A (BPA) merupakan zat kimia industri yang bisa ditemukan pada banyak produk, termasuk wadah plastik untuk makanan dan minuman. Sebagai disruptor endokrin, BPA dapat mengganggu fungsi hormon di dalam tubuh.

Selama ini, pembuat kebijakan mengandalkan metode pengukuran tak langsung untuk menentukan kebijakan terkait penggunaan BPA. Metode pengukuran tidak langsung ini dilakukan dengan menggnakan solusi enzim dari Helix pomatia, yang merupakan jenis siput yang dapat dimakan. Ketika dimakan, solusi enzim ini dapat mengubah metabolit BPA di urin kembali ke senyawa induk.

Berdasarkan studi terbaru dalam jurnal The Lancet Diabetes & Endocrinology, metode pengukuran tidak langsung terbukti memberikan hasil yang jauh berbeda dengan metode pengukuran langsung. Metode pengukuran langsung dapat mendeteksi kadar BPA dalam tubuh manusia 44 kali lipat lebih tinggi. Metode pengukuran langsung bisa dilakukan dengan memperhitungkan langsung metabolit BPA.

"Data kami memberikan bukti pertama bahwa metode pengukuran tidak langsung merupakan alat analisis yang cacat untuk mengukur kadar BPA," jelas tim peneliti, seperti dilansir Medical News Today.

Melihat temuan ini, tim peneliti menilai regulasi terkait BPA yang ada saat ini dibuat berdasarkan metode pengukuran yang tidak akurat. Hal ini tentu perlu lebih diperhatikan mengingat dampak paparan BPA pada kesehatan cukup merugikan. 

"Studi ini memunculkan kekhawatiran serius mengenai apakah kita telah benar-benar hati-hati mengenai keamanan dari zat kimia (BPA) ini," ujar Prof Patricia A Hunt dari School of Molecular Biosciences di Washington State University.

Berdasarkan studi pada hewan, BPA dapat mengacaukan hormon yang semula berfungsi dengan baik di dalam tubuh. Padahal, hormon di dalam tubuh merupakan 'pengirim pesan' yang memandu beragam proses bilogis di dalam tubuh.

Tim peneliti mencontohkan, paparan (BPA) selama kehamilan telah dikaitkan dengan perubahan pada sejumlah jaringan yang berkembang. Hal ini turut berkaitan dengan efek pascakelahiran terhadap pertumbuhan, metabolisme, perilaku, kesuburan dan risiko kanker.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement