Jumat 26 Jul 2024 11:05 WIB

BPOM Terbitkan Peraturan Label Bahaya BPA pada Galon Guna Ulang

Paparan BPA dapat memicu berbagai gangguan kesehatan, hormonal hingga kanker.

Air mineral dalam galon (ilustrasi).
Foto: Freepik
Air mineral dalam galon (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan perubahan aturan terkait label pangan olahan berdasarkan kajian resiko Bisfenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan. Di peraturan terbaru, BPOM mewajibkan pencantuman potensi bahaya BPA pada air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan polikarbonat, bahan yang biasa digunakan oleh galon guna ulang.

Perlu diketahui, paparan BPA dapat berasal dari banyak sumber berbahan plastik, salah satu yang paling signifikan secara intensitas dan risiko adalah galon air minum yang digunakan ulang. Sebelumnya, BPOM menyebutkan galon polikarbonat paling banyak beredar di tengah masyarakat dengan persentase 96 persen dari total galon air minum bermerek yang beredar.

Baca Juga

Dari data pemeriksaan BPOM pada fasilitas produksi selama 2021-2022, kadar BPA yang bermigrasi pada air minum lebih dari 0,6 ppm mengalami peningkatan berturut-turut hingga 4,58 persen. Begitu pun dengan hasil pengujian migrasi BPA di ambang 0,05-0,6 ppm, meningkat berturut-turut hingga 41,56 persen.

Demi melindungi masyarakat dari resiko kesehatan akibat paparan BPA, BPOM akhirnya mewajibkan pelabelan bahaya BPA pada air minum dengan kemasan polikarbonat yang telah lama menjadi sorotan karena potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkan. Banyak negara besar di dunia telah melarang penggunaan BPA, misalnya Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Cina, Malaysia, dan Filipina.

Paparan BPA, terutama dalam jangka panjang, dapat memicu berbagai gangguan kesehatan serius, mulai dari gangguan hormonal hingga kanker.

“BPA dikenal sebagai endocrine disruptor alias senyawa yang mengganggu fungsi normal sistem endokrin tubuh,” kata Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Prof Junaidi Khotib, SSi, Apt, MKes, PhD.

Sistem endokrin sendiri adalah jaringan kelenjar yang memproduksi dan melepaskan hormon yang mengontrol banyak fungsi penting dalam tubuh. Salah satunya, terkait proses fisiologis, seperti pertumbuhan, metabolisme, dan reproduksi.

 

Junaidi melanjutkan, begitu masuk ke tubuh melalui medium makanan atau minuman yang ditempatkan dalam wadah plastik, BPA akan meniru hormon alami dan merebut tempat hormon tersebut pada reseptor di berbagai organ. Akibatnya, terjadi gangguan hormonal dalam tubuh. 

Gangguan hormonal memengaruhi pertumbuhan dan pubertas, serta fertilitas. Bahkan, sejumlah referensi ilmiah menyebutkan kondisi ini dapat memicu munculnya sel abnormal dalam tubuh, serta meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan hipertensi.

 

Pada Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, ada dua pasal tambahan terkait pelabelan risiko BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a, dengan tenggat waktu transisi empat tahun bagi produsen untuk melakukan penyesuaian.

 

Pasal 48A berbunyi, “Keterangan tentang cara penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) pada Label air minum dalam kemasan wajib mencantumkan tulisan ‘simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam’.

 

Sementara, Pasal 61A berbunyi, “Air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’ pada label”.

Junaidi menilai, regulasi tersebut merupakan langkah maju pemerintah dalam melindungi kesehatan masyarakat dan meningkatkan edukasi terkait bahaya BPA. Selain itu, menjadi bukti keberpihakan BPOM kepada masyarakat sebagai konsumen AMDK.

“Sistem endokrin yang terganggu, efeknya tidak langsung terasa. Namun, berbahaya dalam jangka panjang,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement