Selasa 03 Dec 2019 05:42 WIB

Studi: 30 Persen Anak Gunakan Gawai Secara tidak Bijak

Lebih dari seperempat anak muda ketergantungan gawai.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Remaja bermain ponsel (Ilustrasi)
Foto: Telegraph
Remaja bermain ponsel (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era digital seperti sekarang rasanya cukup sulit memisahkan diri dari gawai. Nyatanya saat ini, hampir seperempat anak muda merasa ketergantungan pada gawai sehingga mereka merasa panik atau kesal ketika ponsel tidak ada.

Itu mengacu pada studi dari King's College London. Studi itu menganalisis literatur yang diterbitkan sejak 2011 ketika smartphone pertama kali tersebar luas. Berbagai studi menunjukkan bahwa 10-30 persen anak-anak dan remaja menggunakan smartphone mereka secara tidak bijak.

Baca Juga

Ini berarti rata-rata 23 persen dari mereka menunjukkan penggunaan smartphone yang bermasalah (Problematic Smarthphone Usage/PSU). PSU didefinisikan sebagai perilaku apa pun yang dikaitkan dengan ponsel cerdas yang memiliki fitur kecanduan, seperti merasa panik atau kesal ketika ponsel tidak tersedia.

Perilaku ini juga ditandai oleh orang-orang yang merasa kesulitan untuk mengontrol jumlah waktu yang dihabiskan untuk menggunakan gawai. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal BMC Psychiatry, adalah yang pertama untuk menyelidiki prevalensi PSU pada anak-anak dan orang muda dengan merangkum temuan dari 41 studi yang meneliti total 41.871 remaja dan orang muda.

41 studi termasuk 30 dari Asia, sembilan dari Eropa dan dua Amerika. Sebanyak 55 persen peserta adalah perempuan, dan perempuan muda dalam kelompok usia 17 hingga 19 tahun kemungkinan besar memiliki PSU.

Para peneliti juga menyelidiki kaitan jenis penggunaan gawai dan kesehatan mental ini, dan menemukan hubungan yang konsisten antara PSU dan ukuran kesehatan mental yang buruk dalam hal suasana hati yang tertekan, kecemasan, stres, kualitas tidur yang buruk dan pencapaian pendidikan.

"Untuk menentukan apakah PSU harus diklasifikasikan sebagai kecanduan perilaku, kita memerlukan data longitudinal yang melihat PSU sehubungan dengan hasil kesehatan yang lebih objektif, serta bukti bahwa orang dengan PSU berjuang untuk memoderasi penggunaannya," kata penulis pertama Samantha Sohn dari King's College London, dilansir Times Now News, Selasa (3/12).

"Tinjauan kami menilai dampak tidak hanya dari penggunaan yang banyak, tetapi dari penggunaan smartphone yang disfungsional, dan dengan melihat pola perilaku 'kecanduan' terhadap smartphone. Kami telah membangun korelasi antara jenis perilaku disfungsional ini dan hasil kesehatan mental yang lebih buruk," kata Ben Carter, peneliti lain dari King's College London.

Selama dekade terakhir telah terjadi peningkatan penggunaan smartphone di kalangan anak-anak dan remaja dan ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya gangguan mental pada kelompok usia yang sama.

Untuk membantu memperjelas hubungan yang mungkin antara penggunaan ponsel cerdas dan kesehatan mental pada anak-anak dan remaja, para peneliti menyelidiki pola perilaku yang terkait dengan ponsel cerdas. Namun peneliti belum meneliti lebih lanjut tentang apakah yang berdampak buruk pada mental seseorang, apakah gawainya atau aplikasi atau hal lainnya.

"Kami belum tahu apakah smartphone itu sendiri yang dapat membuat ketagihan atau aplikasi yang digunakan orang," kata peneliti lainnya, Nicola Kalk dari King's College London.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement